Senin, 09 Maret 2009

Etos Kerja


Kalau mo berbisnis lewat Online buka alamat dibawah:
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=scahortitle&k=3499&b=39181&droll=62e42865



Etos Kerja Pustakawan
Terhadap Profesi, Tugas dan Pekerjaannya
Oleh: Sutrisno
(sumber "Media Pustakawan" Vol 11 No.1 Maret 2004,
disusun oleh Sutrisno: Pustakawan Universitas Negeri Semarang)


perpustakaan tanpa pustakawan ibarat kendaraan tanpa pengemudi, bisa dakatan bahwa pustakawan merupakan sumber daya manusia yang keberadaannya sangat dibutuhkan di sebuah perpustakaan, karena perkembangan baik kemajuan maupun kemunduran sebuah perpustakaan dapat dilihat dari kualitas kinerja para pustakawan yang bernaung didalamnya, walaupun tidak mengesampingkan peran serta karyawan lain serta pedukung yang ada.
Figur seorang pustakawan secara tidak langsung mempunyai beban tugas mulia, di antaranya turut serta dalam mencerdaskan bangsa melalui tugas mereka, sesuai dengan profesi yang di sandang. Untuk menyembatani hal tersebut pustakawan selalu dituntut ketekunan, keuletan dan pengabdiannya yang tulus, bahkan masih banyak lagi tuntutan yang perlu diutarakan. Hal-hal yang disampaikan tadi memang harus dijalani para pustakawan dimana mereka berada, tentu saja dengan dibarengi kerjasama, dan kebulatan tekad dengan lembaga lain yang terkait.



Pustakawan dan Profesi

Era globalisasi saat ini tampaknya hampir tidak ada celah-celah pekerjaan yang tak tersentuh oleh tangan profesional, yang berarti dalam menghasilkan suatu karya dengan baik pada bidang pekerjaan tertentu telah tertangani secara profesional.
Profesi, memerlukan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan, baik formal maupun non formal, dalam hal ini pustakawan salah satu profesi yang ada keterkaitannya dengan pernyataan tersebut, sehingga perlu melalui pendidikan khusus sesuai dengan bidangnya.
Beberapa ciri profesi yang disampaikan oleh Sulistya-Basuki, 1991 antara lain:

a. Memiliki organisasi keahlian
b. Terdapat pola pendidikan profesi yang jelas

c. Adanya kode etik
d. Berorientasi pada jasa

e. Adanya tingkat kemandirian
Merujuk apa yang disampaikan oleh Sulistya-Basuki tersebut bahwa pustakawan dapat digolongkan sebagai tebaga profesi, karena telah memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan. Maksuknya pustakawan indonesia sebagai profesi, dibuktikan dengan adaya pengakuan eksistensi pustakawan sebagai jabatan fungsional oleh pemerintah, yaitu dengan diterbitkannya peraturan perundang undangan seperti: Keputusan MENPAN Nomor 18/1988 tentang angka kredit bagi jabatan fungsional pustakawan, dan disempurnakan dengan Keputusan MENPAN Nomor 33/1998 tentang jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya, terakhir dengan keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/2002.PP Nomor 87 tahun 1999 tentang rumpun jabatan fungsional PNS Kepres Nomor 86 tahun 2003 tentang tunjangan jabatan fungsional pustakawan dan Kepres Nomor 102 tahun 2003 tentang perpanjangan batas usia pensiun PNS yang memduduki jabatan pustakawan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 147 tahun 2000 yang telah kita ketahui bersama isinya.
Pemerintah, selain memberikan status pustakawan lebih tinggi dari sebelumnya yakni memberikan tunjangan yang bisa dikatakan cukup, walaupun sebenarnya belum bisa dikatakan sebanding dengan tunjangan fungsional lainnya dan masih jauh dari harapan, namun hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah memperhatikan nasib para pustakawan. Hal-hal tersebut merupakan motivasi bagi pustakawan agar bekerja lebih berkualitas dalam menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya, sehingga pustakawan akan lebih tahan terhadap berbagai bentuk kesulitan yang menimpa.


Masuknya pustakawan Indonesia sebagai profesi,
dibuktikan dengan adanya pengakuan eksistensi
pustakawan sebagai jabatan fungsional
oleh pemerintah, yaitu dengan diterbitkannya
peraturan perundang-undangan seperti
Keputusan MENPAN Nomor 18/1998
tentang Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional
Pustakawan, dan dengan disempurnakan dengan
Keputusan MENPAN Nomor 33/1998
tentang Jabatan Funsional Pustakawan
dan Angka Kreditnya




Etos Kerja

Etos kerja berasal dari kata "ethos" yang berasal dari bahasa yunani yang berarti adalah watak, semangat atau karakter, sedangkan etos menurut kamus besar bahasa Indonesia yang diartikan sebagai pandangan hidup yang khas dari golongan sosial.
Etos kerja mencerminkan salah satu perangkat nilai yang ada pada manusia, dengan demikian etos kerja dapat diartikan pula sebagai akibat dari penghayatan norma-norma atau nilai nilai yang ada dalam masyarakat. Cherrington mendiskripsikan ciri-ciri orang yang memiliki etos kerja yaitu:



1. Ada usaha keras sebagai kewajiban moral dan relegius
bagi setiap
orang untuk mengisi hidupnya
2. Menghargai waktu kerja

3. Bertanggung jawab atas pekerjaannya
4. Menginginkan produktivitas yang tinggi

5. Merasa bangga terhadap profesi dan lembaganya
6. Loyal terhadap profesi dan lembaganya

7. Selalu ingin berpartisipasi
8. Bersifat jujur



Mengacu pada pernyataan di atas dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya etos kerja merupakan bagian dari tata nilai yang dimiliki seseorang yang mencakup disiplin, tanggung jawab, dedikasi dan loyalitas serta kejujuran dalam hubungan dengan pekerjaan atau profesinya. Tinggi rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan faktor dari seseorang.

Bagaimana etos kerja bagi pustakawan?

Etos kerja kecuali berarti kaidah-kaidah yang membimbing pustakawan sebagai pekerja atau sebagai aparat pemerintah dalam menjalankan tugas dan profesinya, sehingga baik dan lurus menekankan keselarasan antara individu, masyarakat dan Tuhan serta alam sekitarnya. Oleh karena itu pustakawan bisa melaksanakan atau paling tidak mencerminkan apa yang telah dideskripsikan oleh cherrington tersebut.

Faktor Penghambat
Mencermati sekali lagi SK MENPAN No. 18/1988 di antaranya menjelaskan, kenaikan jabatan fungsional minimal 2 tahun dengan syarat prestasi kerja dan angka kredit yang dikumpulkan setiap pustakawan telah memenuhi ketetapan dalam SK tersebut. Bagi pustakawan yang memiliki etos kerja yang tinggi, ini merupakan kesempatan yang paling baik, karena mempunyai peluang meniti karirnya lebih cepat, namun bagi pustakawan yang kurang memiliki etos kerja yang tinggi, merupakan hambatan yang cukup berarti, disisi lain ada sebagian pustakawan merasa sistem fungsional jabatan pustakawan justru memberatkan dalam memperoleh angka kredit, dalam hal ini terutama bagi pustakawan yang berada dibawah naungan perpustakaan yang berskala kecil, seperti perpustakaan sekolah, akan tetapi bagi pustakawan yang bernaung di bawah perpustakaan besar seperti perpustakaan Perguruan Tinggi, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah Propinsi untuk memperoleh angka kredit bukanlah masalah. karena dana yang dimiliki cukup besar dan animo pengguna cukup besar pula, dan didukung buku yang dikoleksi besar pula, hal ini merupakan lahan yang baik untuk mendapatkan angka kredit.
Selain hambatan tersebut masih banyak lagi hal-hal yang perlu mendapat perhatian yaitu terkait dengan tunjangan yang didapat, walaupun bida dikatakan cudah cukup, sebagai tenaga fungsional masih belum sebanding dengan tenaga fungsional lainnya sehingga sedikit menghambat kinerja para pustakawan.
Ada beberapa contoh yang perlu dicermati dikalangan pustakawan kita, beranikah pustakawan kita dengan bangga mengatakan "I'm Librarian"? saya kira kata kata seperti ini berani diucapkan hanya dikalangan pustakawan manca negara, karena profesi kepustakawanannya bisa diandalkan dan segi materinya cukup dihargai sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Untuk pustakawan kita kenberanian tadi bisa dihitung dengan jari, para pustakawan kita tidak menyadari bahwa kita adalah profesional, bahkan bisa dikatakan seorang tokoh, hanya kadang kita berani lantang menyebut dirinya sebagai pustakawan dari Instansi sana dari Perguruan Tinggi sini, dikala berkumpul pada acara seminar, lokakarya atau diforum lainnya, dalam arti berkumpul di kalangan sendiri atau seprofesi, akan tetapi kalu sudah berkumpul dengan profesi yang lain bak lampu kurang minyak, sehingga hanya kelihatan menyala redup yang akhirnya padam, takut menyebut dirinya atau menyebut jati dirinya, karena merasa kecil nyalinya atau bahasa belanda menyebut "minder waardighelds complex" sehingga timbul kesan kurang bertanggung jawab terhadap profesi yang disandang
Mengapa?
Mungkin jawabannya cukup bertanya pada hati kita sendiri (para pustakawan) dan ini juga tak luput pula nerupakan pekerjaan rumah bagi penyelenggara negara kita, mau dikemanakan nasib Pustakawan Indonesia, mudah mudahan seindah yang kita bayangkan.

Harapan
Profesi pustakawan sangatlah tergantung pada diri pustakawan sendiri, sehingga untuk membuahkan hasil yang maksimal dalam merealisasikan jabatan fungsional yang disandang, maka pustakawan harus berani melakukan perubahan intelektual, dalam arti bahwa seorang pustakawan senantiasa dituntut mampu meningkatkan nilai profesi dan segi intelektualnya, tidak hanya puas dengan adanya inpasing, besar kecilnya tunjangan dan lainnya, akan tetapi harus berani merubah sikap dan perilaku serta mau menghilangkan rasa rendah diri, apatis, rasa tertutup dan lain sebagainya, sehingga perilaku negatif dikikis habis dan dibuang jauh untuk menjadikan pustakawan yang percaya diri, walaupun sangatlah tidak mudah melaksanakannya.
Masih banyak hal-hal yang dituntut yaitu pustakawan harus mampu melakukan perubahan manajerial, yang berarti seorang pustakawan harus mampu memenej diri sendiri, orang lain, dalam organisasi atau lebih jauh lagi mengelola waktu dalam mencapai informasi yang berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kita sebagai pustakawan maupun sebagai aparat pemerintah harus memiliki etos kerja yang dapat memberikan kepuasan berbagai pihak, termasuk dirinya sendiri, walaupun kesejahteraan masih belum memenuhi harapan.

Daftar Bacaan
Cherrington, David.1980. The work ethic, New York: A Diviston of American Management Assosiation

Gellerman, Soul W. 1984, Motivasi dan produktivitas. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo

Malik, Oemar 1990. Pendidikan tenaga kerja nasional kejuruan, kewiraswastaan dan manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Samiyono, 1990. Etos kerja guru SMTIK-PIKA Semarang dan aspirasi terhadap profesional pekerja. Laporan Penelitian tanggal 1 April 1998 di SMTIKA-PIKA Semarang

Sulistyo-Basuki 1991. Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


Kepingin menciptakan DUWIT BUANYAK, klik alamat di bawah ini :
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3610&b=39181&droll=67f22a48















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar