Kamis, 19 Maret 2009

Membaca Itu Asyik

  • ingin cari uang? bukalah alamat dibawah
    http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=2765&b=39181&droll=3fdb3170

    MEMBUDAYAKAN GEMAR
    MEMBACA DI MASYARAKAT
    Oleh: Sutrisno

    (Sumber: Media Pustakawan Vol.6 No.4/12/1999/oleh: Sutrisno)

    PENDAHULUAN
    Budaya membaca apabila dikaitkan dengan suatu tatanan kehidupan di masyarakat, negara dan bangsa yang saat ini dilanda revolusi invormasi, adalah merupakan salah satu kunci dalam memanfaatkan, mengolah dan menciptakan demi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi kecerdasan bangsa serta pengembangan sosial budaya
    Adapun membaca itu merupakan kunci kehidupan, walaupun ini hanya merupakan petuah tua yang kebenarannya hampir selalu didukung dengan sejarah, dan sejarah telah membuktikan bahwa bangsa besar menoreh kegemilangannya dengan modal kemampuan membaca, terlepas yang dibaca adalah merupakan tanda tanda zaman, ketentuan alam atau hasil kreativitas akal dalam memformulasikan berbagai dinamika kehidupan
    Membaca juga merupakan kebutuhan mutlak di setiap masyarakat, negara dan bangsa dalam mencapai kemajuan di segala bidang.
    Bangsa yang maju dapat dilihat pada kegemaran masyarakatnya yang keinginan membacanya tinggi. Oleh karena itu ada negara memdapat predikat negara maju, negara berkembang dan negara yang tertinggal atau predikat lain yang berkaitan dengan intelektual pada masyarakat, negara dan bangsanya.

    MEMBACA
    Abderson mengatakan , membaca bila dilihat dari segi linguistic merupakan proses penyandian kembali dan pembacaan sandi sedangkan kamus linguistic menterjemahkan membaca adalah menggali informasi dari teks, baik yang berupa tulisan maupun dari gambar, diagram atau merupakan kombinasi dari itu semua. (Anderson, 1972.209-211)
    Sedangkan Hodgson mengartikan membaca merupakan proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Hodgson, 1960.43-44)

    ANALISA MASALAHAN
    Menurut penulis ada tiga landasan dalam membaca yaitu: seseorang yang ingin megetahui sesuatu, berkemampuan membaca dan lingkungan membaca.Jadi seseorang yang berkeinginan membaca apabila mempunyai rasa keinginan sesuatu hal, sedangkan sesuatu hal tersebut dapat diperoleh dan didapatkan dengan cara melalui membaca ataupun bacaan, karena orang yang tidak terdorong ingin mengetahui sesuatu tentu tidak akan berusaha atau tertarik dengan mendapatkan informasi melalui membaca.
    Seseorang yang terdorong ingin membaca karena mempunyai kemampuan membaca (reading ability), sedangkan orang yang tidak mempunyai keterampilan membaca rasa keingintahuan sesuatu dilakukan dengan cara bertanya kepada orang lain yang dirasa terampil.
    Membaca, selalu terkait dengan penguasaan bahasa, karena sepandainya seseorang dalam membaca apabila tidak menguasai bahasa juga akan menemui kesulitan juga. Sehingga bisa ditarik kesimpulan penguasaan bahasa sangat diperlukan dalam membaca, karena keterbatasan penguasaan bahasa juga akan menjadikan keterbatasan pula dalam membaca
    Lingkungan membaca sangat mendukung dalam menentukan seseorang untuk gemar membaca, salah satu contoh : seorang bocah bahkan orang dewasa akan tertarik atau terdorong akan membaca apabila masuk ke lingkungan keluarga yang suka membaca dibanding masuk di lingkungan keluarga yang pasif dalam hal membaca

    PENGARUH MEMBACA DI LINGKUNGAN MASYARAKAT
    Kondisi masyarakat saat ini cenderung dipengaruhi oleh gaya hidup yang serba wah, sehingga akan mempengaruhi perubahan tata nilai di masyarakat, ini merupakan suatu gejala yang terjadi terus menerus dalam kehidupan masyarakat kita, karena perubahan ini tidak selalu berdampak positif di masyarakat bahkan mungkin menjadikan hal-hal yang merugikan kita bersama, hal inilah yang menjadikan pekerjaan kita dalam mengendalikan hal-hal yang menjadikan kita rugi.
    Membudayakan gemar membaca di masyarakat sangat diperlukan diantaranya menanamkan rasa ingin tahu maupun membangkitkan rasa ingin tahu kepada masyarakat yang dalam arti ingin tahu yang sungguh- sungguh. Ini melibatkan peran serta para intelektual yang bernaung di tengah tengah masyarakat.
    Hal yang perlu dicermati adalah keadaan masyarakat itu sendiri, karena keengganan membaca biasanya karena kesibukan bekerja, tidak adanya waktu luang, keterbatasan waktu untuk membaca dan sebagainya, Masalah tersebut merupakan tugas pokok para intelektual untuk meyakinkanya bahwa membaca sangatlah penting untuk memajukan suatu bangsa.

    Bagaimana cara mengembangkan rasa ingin tahu?

    Utuk membudayakan gemar membaca dimulai dari pengembangan rasa ingin tahu (curiocity) idealnya dilakukan sejak anak masih usia dini atau anak masih belum masuk sekolah yang kemudian dikembangkan ke jalur sekolah.
    Untuk memajukan masyarakat melalui membaca menurut Tri Joko Raharjo dalam artikelnya yang berjudul (membaca dan menulis merupakan kunci kemajuan masyarakat pada abad revolusi informasi dewasa ini (Tri Joko Raharjo, 1996-29) yaitu ada tiga jalur antara lain: jalur keluarga, jalur sekolah dan jalur masyarakat

    Jalur Keluarga
    Lingkungan keluarga paling efektif dalam mengembangkan rasa ingin tahu terutama pada anak yaitu dengan cara mendongeng baik dengan cara langsung mendengarkan atau membaca buku yang kemudian meterangkan isi dari buku tersebut
    Waktu GKR Hemas ketika memberikan sambutan dalam acara pesta anak di Purna Budaya Yogyakarta menjelaskan bahwa mendongeng merupakan media komunikasi dalam keluarga, terutama bagi anak dengan orang Tua.
    Disela sela maraknya arus informasi global, akan lebih bijaksana bila orang tua tetap mengacu pada budaya asal-usulnya dalam mendidik anak. Masih ada cara lain selain mendongeng misalnya kejadian sehari-hari di dalam keluarga,
    contoh si kecil lagi sakit panas, orang tua menjelaskan asal mula si anak kena sakit panas, bagaimana cara mengatasi dan memulihkan dari sakit.
    Peristiwa alam seperti hujan yang diselingi angin ribut dan petir, untuk menumbuhkan rasa ingin tahu anak, maka orang tua harus bisa menerangkan atau menjelaskan mengapa terjadi hujan, angina dan petir selain itu tidak lepas dari penyediaan buku bacaan yang memuat
    kejadian alam itu, maka si kecil pasti akan berusaha membaca, paling tidak melihat gambar-gambar penjelasannya.
    Bagi orang dewasa maupun orang tua akan berbeda cara penyajiannya untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, misalnya mediator mengajak bicara tentang politik, venomena alam, peristiwa social budaya, dengan menyediakan bacaan seperti majalah, surat kabar dan lain sebagainya, maka para intelektual sebagai mediatornya berusaha meyakinkan audiennya sehingga menjadi tertarik dan akhirnya mencari bacaan yang telah disediakan..

    Jalur sekolah
    Pada jalur ini guru atau pendidik sangat berperan untuk mempengaruhi anak didiknya dalam hal ingin tahu dan gemar membaca, yaitu dengan cara memberikan tugas pada anak didiknya yang terkait dengan mata pelajaran, dengan demikian maka para anak didik akan berusaha mencari materi dan informasi sebagai rujukan materi tugasnya di perpustakaan, Karena anak didik sering datang ke perpustakaan maka akan berpengaruh anak didik yang lain untuk datang ke perpustakaan untuk mencari berbagai informasi yang diperlukan.

    Jalur Masyarakat
    Kebiasaan membaca telah di tanamkan di jalur keluarga dan jalur sekolah, dengan sendirinya masyarakat secara umum telah membudayakan gemar membaca, tinggal bagaimana memeliharanya. Untuk melestarikan budaya tersebut maka perlu adanya penyediaan bahan informasi yang cukup, diantaranya didirikan perpustakaan desa, perpustakaan umum, perpustakaan keliling dan lain sebagainya.

    Mengembangkan Ketrampilan Membaca
    Membaca mempunyai arti sebenarnya adalah suatu usaha untuk menghadapi bahasa yang berfungsi sebagai tirai yang menyelubungi apa yang lazim kita anggap sebagai materi. Ada beberapa teknik-teknik membaca, misalnya membaca dalam hati, membaca cepat, membaca tanpa menggerakkan bibir, membaca secara meloncat-loncat dan sebagainya.
    Banyak yang megabaikan dalam membaca cepat, karena cara ini yang perlu dikuasai di zaman modern, tanpa mempelajari teknik membaca cepat akan ketinggalan, sehingga waktu banyak terbuang.
    Kemampuan membaca tidak lepas dari penguasaan bahasa, apabila penguasaan bahasa sangat kurang dengan sendirinya kemampuan membacapun akan menjadi terbatas. Bagaimana usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca?
    Penguasaan bahasa perlu terus ditingkatkan, karena kemampuan membaca sifatnya tidak statis, maka apabila tidak dipelihara ketrampilannya akan cenderung menurun, bahkan lenyap sama sekali


    Mengembangkan Lingkungan Membaca

    Pada umumnya setiap manusia baik anak maupun orang dewasa akan mudah tertarik dengan situasi lingkungan, tinggal kita melihat apa saja kegiatan yang dilakukan di lingkungannya.
    Mengembangkan lingkungan membaca di masyarakat, disamping menyediakan bahan bacaan yang memadai juga perlu adanya pembinaan kebiasaan membaca, upaya ini akan lebih efektif bila diterapkan pada lingkungan pekerjaan yang pada karyawannya mengharuskan untuk banyak membaca, contohnya di lembaga pendidikan, redaksi surat kabar dan lain sebagainya, karena di tempat itulah setiap pekerjanya dituntut harus selalu mengembangkan pengetahuan seluas luasnya.



    Penutup

    Sebagai masyarakat negara yang dilanda revolusi informasi, sebaiknya pergunakan waktu yang sebaik baiknya untuk kegiatan membaca, agar memperoleh dan dapat mengelola informasi secara optimal demi kemajuan negara dan bangsa.
    Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu diupayakan bagaimana menanamkan budaya gemar membaca pada masyarakat, hal ini merupakan suatu pekerjaan besar, dan pula merupakan pekerjaan yang berkesinambungan, karena tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
    Agar pekerjaan berhasil dengan baik perlu adanya ketekunan, terutama pada sendi-sendi dari kegemaran membaca masyarakat yang perlu kita garap secara sistematis, yaitu menumbuhkan rasa ingin tahu yang sungguh sunggu, berkemampuan membaca. Dengan upaya tersebut akan menghasilkan generasi muda yang gemar membaca dari pada generasi sebelumnya, yang benar-benar akan lahir dalam masyarakat kita.

    Bacaan
  • Anderson, Paul S, 1972 Language skil in elementary education. New York: Macmillan Publishing Co
  • Dukumentasi Kliping: Vol xi/No.9/Mei 1999. Komik, Bahan bacaan anak masih langka di masyarakat. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies
  • GKR Hemas, 1999, Waktu mendongeng hilang. Surakarta: Harian Jateng Pos. Senin Wage 2 Agustus, hal:15
  • Hodgson, F.M. 1960, Learning Modrn Language. London Reutledge & Hegen Paul
  • Kridalaksana, Harimurti, 1984 Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
  • Raharjo, Tri Joko. Membaca dan menulis merupakan kunci kemajuan masyarakat pada abad revolusi informasi ini. Semarang: Edukasi 02/Th viii, FIP IKIP Semarang
  • Tarigan, Henry Gurtur. 1987. Membaca: sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
  • Wiryodijoyo, Wuwuyono, 1989. Membaca: strategi pengantar dan tekniknya. Jakarta: DEPDIKBUD

Kalau ingin cari uang lewat blog bukalah alamat dibawah

http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3591&b=39181&droll=d5a3e2c4
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=scahortitle&k=3571&b=39181&droll=28aad762

http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3591&b=39181&droll=d5a3e2c4

Senin, 09 Maret 2009

Etos Kerja


Kalau mo berbisnis lewat Online buka alamat dibawah:
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=scahortitle&k=3499&b=39181&droll=62e42865



Etos Kerja Pustakawan
Terhadap Profesi, Tugas dan Pekerjaannya
Oleh: Sutrisno
(sumber "Media Pustakawan" Vol 11 No.1 Maret 2004,
disusun oleh Sutrisno: Pustakawan Universitas Negeri Semarang)


perpustakaan tanpa pustakawan ibarat kendaraan tanpa pengemudi, bisa dakatan bahwa pustakawan merupakan sumber daya manusia yang keberadaannya sangat dibutuhkan di sebuah perpustakaan, karena perkembangan baik kemajuan maupun kemunduran sebuah perpustakaan dapat dilihat dari kualitas kinerja para pustakawan yang bernaung didalamnya, walaupun tidak mengesampingkan peran serta karyawan lain serta pedukung yang ada.
Figur seorang pustakawan secara tidak langsung mempunyai beban tugas mulia, di antaranya turut serta dalam mencerdaskan bangsa melalui tugas mereka, sesuai dengan profesi yang di sandang. Untuk menyembatani hal tersebut pustakawan selalu dituntut ketekunan, keuletan dan pengabdiannya yang tulus, bahkan masih banyak lagi tuntutan yang perlu diutarakan. Hal-hal yang disampaikan tadi memang harus dijalani para pustakawan dimana mereka berada, tentu saja dengan dibarengi kerjasama, dan kebulatan tekad dengan lembaga lain yang terkait.



Pustakawan dan Profesi

Era globalisasi saat ini tampaknya hampir tidak ada celah-celah pekerjaan yang tak tersentuh oleh tangan profesional, yang berarti dalam menghasilkan suatu karya dengan baik pada bidang pekerjaan tertentu telah tertangani secara profesional.
Profesi, memerlukan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan, baik formal maupun non formal, dalam hal ini pustakawan salah satu profesi yang ada keterkaitannya dengan pernyataan tersebut, sehingga perlu melalui pendidikan khusus sesuai dengan bidangnya.
Beberapa ciri profesi yang disampaikan oleh Sulistya-Basuki, 1991 antara lain:

a. Memiliki organisasi keahlian
b. Terdapat pola pendidikan profesi yang jelas

c. Adanya kode etik
d. Berorientasi pada jasa

e. Adanya tingkat kemandirian
Merujuk apa yang disampaikan oleh Sulistya-Basuki tersebut bahwa pustakawan dapat digolongkan sebagai tebaga profesi, karena telah memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan. Maksuknya pustakawan indonesia sebagai profesi, dibuktikan dengan adaya pengakuan eksistensi pustakawan sebagai jabatan fungsional oleh pemerintah, yaitu dengan diterbitkannya peraturan perundang undangan seperti: Keputusan MENPAN Nomor 18/1988 tentang angka kredit bagi jabatan fungsional pustakawan, dan disempurnakan dengan Keputusan MENPAN Nomor 33/1998 tentang jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya, terakhir dengan keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/2002.PP Nomor 87 tahun 1999 tentang rumpun jabatan fungsional PNS Kepres Nomor 86 tahun 2003 tentang tunjangan jabatan fungsional pustakawan dan Kepres Nomor 102 tahun 2003 tentang perpanjangan batas usia pensiun PNS yang memduduki jabatan pustakawan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 147 tahun 2000 yang telah kita ketahui bersama isinya.
Pemerintah, selain memberikan status pustakawan lebih tinggi dari sebelumnya yakni memberikan tunjangan yang bisa dikatakan cukup, walaupun sebenarnya belum bisa dikatakan sebanding dengan tunjangan fungsional lainnya dan masih jauh dari harapan, namun hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah memperhatikan nasib para pustakawan. Hal-hal tersebut merupakan motivasi bagi pustakawan agar bekerja lebih berkualitas dalam menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya, sehingga pustakawan akan lebih tahan terhadap berbagai bentuk kesulitan yang menimpa.


Masuknya pustakawan Indonesia sebagai profesi,
dibuktikan dengan adanya pengakuan eksistensi
pustakawan sebagai jabatan fungsional
oleh pemerintah, yaitu dengan diterbitkannya
peraturan perundang-undangan seperti
Keputusan MENPAN Nomor 18/1998
tentang Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional
Pustakawan, dan dengan disempurnakan dengan
Keputusan MENPAN Nomor 33/1998
tentang Jabatan Funsional Pustakawan
dan Angka Kreditnya




Etos Kerja

Etos kerja berasal dari kata "ethos" yang berasal dari bahasa yunani yang berarti adalah watak, semangat atau karakter, sedangkan etos menurut kamus besar bahasa Indonesia yang diartikan sebagai pandangan hidup yang khas dari golongan sosial.
Etos kerja mencerminkan salah satu perangkat nilai yang ada pada manusia, dengan demikian etos kerja dapat diartikan pula sebagai akibat dari penghayatan norma-norma atau nilai nilai yang ada dalam masyarakat. Cherrington mendiskripsikan ciri-ciri orang yang memiliki etos kerja yaitu:



1. Ada usaha keras sebagai kewajiban moral dan relegius
bagi setiap
orang untuk mengisi hidupnya
2. Menghargai waktu kerja

3. Bertanggung jawab atas pekerjaannya
4. Menginginkan produktivitas yang tinggi

5. Merasa bangga terhadap profesi dan lembaganya
6. Loyal terhadap profesi dan lembaganya

7. Selalu ingin berpartisipasi
8. Bersifat jujur



Mengacu pada pernyataan di atas dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya etos kerja merupakan bagian dari tata nilai yang dimiliki seseorang yang mencakup disiplin, tanggung jawab, dedikasi dan loyalitas serta kejujuran dalam hubungan dengan pekerjaan atau profesinya. Tinggi rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan faktor dari seseorang.

Bagaimana etos kerja bagi pustakawan?

Etos kerja kecuali berarti kaidah-kaidah yang membimbing pustakawan sebagai pekerja atau sebagai aparat pemerintah dalam menjalankan tugas dan profesinya, sehingga baik dan lurus menekankan keselarasan antara individu, masyarakat dan Tuhan serta alam sekitarnya. Oleh karena itu pustakawan bisa melaksanakan atau paling tidak mencerminkan apa yang telah dideskripsikan oleh cherrington tersebut.

Faktor Penghambat
Mencermati sekali lagi SK MENPAN No. 18/1988 di antaranya menjelaskan, kenaikan jabatan fungsional minimal 2 tahun dengan syarat prestasi kerja dan angka kredit yang dikumpulkan setiap pustakawan telah memenuhi ketetapan dalam SK tersebut. Bagi pustakawan yang memiliki etos kerja yang tinggi, ini merupakan kesempatan yang paling baik, karena mempunyai peluang meniti karirnya lebih cepat, namun bagi pustakawan yang kurang memiliki etos kerja yang tinggi, merupakan hambatan yang cukup berarti, disisi lain ada sebagian pustakawan merasa sistem fungsional jabatan pustakawan justru memberatkan dalam memperoleh angka kredit, dalam hal ini terutama bagi pustakawan yang berada dibawah naungan perpustakaan yang berskala kecil, seperti perpustakaan sekolah, akan tetapi bagi pustakawan yang bernaung di bawah perpustakaan besar seperti perpustakaan Perguruan Tinggi, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah Propinsi untuk memperoleh angka kredit bukanlah masalah. karena dana yang dimiliki cukup besar dan animo pengguna cukup besar pula, dan didukung buku yang dikoleksi besar pula, hal ini merupakan lahan yang baik untuk mendapatkan angka kredit.
Selain hambatan tersebut masih banyak lagi hal-hal yang perlu mendapat perhatian yaitu terkait dengan tunjangan yang didapat, walaupun bida dikatakan cudah cukup, sebagai tenaga fungsional masih belum sebanding dengan tenaga fungsional lainnya sehingga sedikit menghambat kinerja para pustakawan.
Ada beberapa contoh yang perlu dicermati dikalangan pustakawan kita, beranikah pustakawan kita dengan bangga mengatakan "I'm Librarian"? saya kira kata kata seperti ini berani diucapkan hanya dikalangan pustakawan manca negara, karena profesi kepustakawanannya bisa diandalkan dan segi materinya cukup dihargai sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Untuk pustakawan kita kenberanian tadi bisa dihitung dengan jari, para pustakawan kita tidak menyadari bahwa kita adalah profesional, bahkan bisa dikatakan seorang tokoh, hanya kadang kita berani lantang menyebut dirinya sebagai pustakawan dari Instansi sana dari Perguruan Tinggi sini, dikala berkumpul pada acara seminar, lokakarya atau diforum lainnya, dalam arti berkumpul di kalangan sendiri atau seprofesi, akan tetapi kalu sudah berkumpul dengan profesi yang lain bak lampu kurang minyak, sehingga hanya kelihatan menyala redup yang akhirnya padam, takut menyebut dirinya atau menyebut jati dirinya, karena merasa kecil nyalinya atau bahasa belanda menyebut "minder waardighelds complex" sehingga timbul kesan kurang bertanggung jawab terhadap profesi yang disandang
Mengapa?
Mungkin jawabannya cukup bertanya pada hati kita sendiri (para pustakawan) dan ini juga tak luput pula nerupakan pekerjaan rumah bagi penyelenggara negara kita, mau dikemanakan nasib Pustakawan Indonesia, mudah mudahan seindah yang kita bayangkan.

Harapan
Profesi pustakawan sangatlah tergantung pada diri pustakawan sendiri, sehingga untuk membuahkan hasil yang maksimal dalam merealisasikan jabatan fungsional yang disandang, maka pustakawan harus berani melakukan perubahan intelektual, dalam arti bahwa seorang pustakawan senantiasa dituntut mampu meningkatkan nilai profesi dan segi intelektualnya, tidak hanya puas dengan adanya inpasing, besar kecilnya tunjangan dan lainnya, akan tetapi harus berani merubah sikap dan perilaku serta mau menghilangkan rasa rendah diri, apatis, rasa tertutup dan lain sebagainya, sehingga perilaku negatif dikikis habis dan dibuang jauh untuk menjadikan pustakawan yang percaya diri, walaupun sangatlah tidak mudah melaksanakannya.
Masih banyak hal-hal yang dituntut yaitu pustakawan harus mampu melakukan perubahan manajerial, yang berarti seorang pustakawan harus mampu memenej diri sendiri, orang lain, dalam organisasi atau lebih jauh lagi mengelola waktu dalam mencapai informasi yang berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kita sebagai pustakawan maupun sebagai aparat pemerintah harus memiliki etos kerja yang dapat memberikan kepuasan berbagai pihak, termasuk dirinya sendiri, walaupun kesejahteraan masih belum memenuhi harapan.

Daftar Bacaan
Cherrington, David.1980. The work ethic, New York: A Diviston of American Management Assosiation

Gellerman, Soul W. 1984, Motivasi dan produktivitas. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo

Malik, Oemar 1990. Pendidikan tenaga kerja nasional kejuruan, kewiraswastaan dan manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Samiyono, 1990. Etos kerja guru SMTIK-PIKA Semarang dan aspirasi terhadap profesional pekerja. Laporan Penelitian tanggal 1 April 1998 di SMTIKA-PIKA Semarang

Sulistyo-Basuki 1991. Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


Kepingin menciptakan DUWIT BUANYAK, klik alamat di bawah ini :
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3610&b=39181&droll=67f22a48















































Panduan











Sebelum membaca bukalah alamat dibawah ini:
http://kumpulblogger.com/lempar.php?
=f8a786cb9005db14&type=scahortitle&k=2765&b=7866&droll=3fdb3170

BAGAIMANA MENGOLAH
BAHAN PUSTAKA
Makalah disampaikan dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat

untuk Perpustakaan Sekolah SMP di Semarang

http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3610&b=39181&droll=67f22a48

PENGADAAN BAHAN PUSTAKA
Pengertian
Yang dimaksud dengan pengadaan bahan pustaka atau koleksi di perpustakaan sekolah ini meliputi kegiatan pemilihan koleksi dan cara atau teknik pengadaanya. Dasar dari pengadaan koleksi untuk perpustakaan sekolah adalah dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan segenap anggota masyarakat sekolah yang bersangkutan, terutama para murid dan guru.
Pemilihan koleksi yaitu kegiatan mengidentikasi koleksi yang akan ditambahkan kepada koleksi yang sudah ada di perpustakaan. Sedangkan teknik dan cara pengadaannya merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengadakan koleksi yang dibutuhkan oleh perpustakaan sekolah. Baik berupa hasil pemilihan maupun bukan, yakni berupa kiriman paket dari pemerintah.

Pemilihan koleksi
Dalam pemilihan koleksi ada beberapa langkah antara lain, mengidentifikasi koleksi apa yang akan dipilih untuk dijadikan koleksi perpustakaan sekolah, catat data koleksi yang dipilih misalnya judulnya, pengarangnya, penerbitnya, keunggula-keunggulannya dan kelemahannya dan juga harganya, pemilihan koleksi bisa dilakukan langsung oleh petugas maupun para pustakawan, namun alangkah lebih baik dengan mempertimbangkan terlebih dahulu dengan aspek kebutuhan anak didik maupun guru, dalam hal ini pustakawan atau guru bisa meminta bantuan pertimbagan kebutuhan koleksi tersebut.. Secara umum prinsip pemilihan koleksi untuk perpustakaan sekolah antara lain:
a. Disesuaikan dengan kebutuhan kurikulum yang berlaku di sekolah
b. Disesuaikan dengan sistem pendidikan secara nasional
c. Disesuaikan dengan keberadaan / tempat perpustakaan sekolah
d. Disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa usia sekolah
e. Disesuaikan dengan sistem perpustakaan nasional
f. Disesuaikan dengan kemampuan dana yang tersedian

Teknik / Cara Pengadaan Koleksi
Pengadaan keleksi perpustakaan sekolah bukan hanya sekedar pembelian atau pemesanan, penerimaan paket dari pemerintah, tetapi mencakup hal-hal yang perlu dilakukan setelah kita menentukan pilihan buku, diantaranya mencakup:
a. Perolehan bahan pustaka (buku) baik melalui pembelian, hadiah atau pertukaran
b. Pembayaran beserta tanda terimanya
c. Memelihara catatan yang berkaitan dengan pengadaan
Pengadaan bahan pustaka di perpustakaan dapat diperoleh melalui: pembelian, pertukaran dan penerimaan hadiah
1. Perolehan melalui pembelian
Sebelum melakukan pembelian bahan pustaka terlebih dahulu diadakan seleksi, hal ini dilakukan dalam rangka memilih bahan pustaka yang dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan katalog penerbit
b. Memilih judul yang sesuai
c. Membuat slip judul buku
d. Menyusun slip sesuai dengan subjek tertentu sebagai desiderata
e. Membuat daftar pesanan
Selain langkah tersebut diatas, dalam menyeleksi data yang ada perlu menggunakan alat bantu seleksi antara lain: Indeks majalah, tinjauan buku, daftar subjek tertentu, alat bantu identifikasi dan verifikasi yang antara lain berupa katalog penerbit dan bibliografi. Oleh karena itu pengelola perpustakaan perlu memahami beberapa pedoman sebagai berikut:
a. Mengetahui berbagai bahan pustaka yang ada di pasaran
b. Memahami tujuan dan fungsi perpustakaan
c. Mengenal kebutuhan masyarakat yang dilayani
d. Mengenal prinsip-prinsip seleksi
e. Mengenal dan mampu menggunakan alat-alat bantu seleksi
f. Memahami berbagai kendala yang ada

2. Pemesanan melalui toko buku
Untuk mendapatkan buku dengan cara membeli, pihak perpustakaan bisa langsung datang ke toko buku atau memesan berdasarkan katalog yang diterbitkan oleh penerbit maupun toko buku, selain dapat pula lewat distributor ataupun agen yang bersangkutan.
Pembelian buku secara langsung di toko buku dapat dilakukan oleh perpustakaan yang mempunyai dana relatif kecil. Tetapi bilamana kebutuhan buku yang akan diadakan dalam jumlah besar, seringkali ada beberapa judul buku yang tidak terpenuhi. Bila hal ini terjadi maka yang perlu diperhatikan apabila perpustakaan melakukan pemesanan lewat toko adalah:
· Tentukan toko buku terlengkap yang ada di kota dimana perpustakaan berada
· Serahkan daftar pesanan buku yang telah dibuat ke toko buku
· Lakukan pembayaran dan mintalah tanda bukti pembayaran beserta faktur
pembeliannya.
· Untuk buku yang tidak dapat dibeli di toko tersebut perlu dicarikan pada toko
buku lain.
3. Pemesanana melalui penerbit
Pemesanan buku secara langsung kepada penerbit dilakukan jika judul-judul buku yang dibutuhkan benar-benar dikeluarkan oleh penerbit tersebut. Untuk hal ini dilakukan dengan cara:
· Tentukan penerbit yang memberikan layanan pemesanan buku
· Buat daftar buku yang dipesan dan kelompokkan menurut penerbitnya
· Kirimkan pesanan buku kepada penerbit yang ditunjuk untuk diperiksa ketersediaan buku
di toko tersebut serta besarnya harga satuan
· Setelah daftar harga diterima, periksalah dana yang tersedia
· Lakukan pembayaran langsung atau melalui bank
· Kirimkan ke penerbit bukti pembayaran melalui bank dengan surat pengantar dan
proforma invoice
· Fotokopi bukti pembayaran melalui bank harus disimpan

4. Perolehan Melalui Tukar Menukar
Tukar menukar merupakan aspek dari kegiatan penyiangan (weeding) buku di perpustakaan. Bahan pustaka yang diperoleh melalui tukar menukar mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan koleksi bahan pustaka, karena hal ini dapat diperoleh secara cuma-cuma, sepanjang bahan pustaka tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan perpustakaan yang bersangkutan.
Tujuan pertukaran adalah untuk memperoleh buku-buku tertentu yang tidak dapat dibeli di toko buku ataupun tidak tersedia karena alasan lain. Sistem pertukaran memberi jalan bagi perpustakaan untuk membuang buku-buku duplikat dan hadiah yang tidak sesuai. Dibawah ini ada bebrapa cara untuk memperoleh bahan pustaka dengan cara tukar menukar:
a. Perpustakan dengan bahan pustaka/buku lebih (duplikat) yang sudah tidak diperlukan
membuat daftar buku tersebut secara alfabetis ataupun klas untuk ditawarkan.
b. Perpustakaan mengirimkan penawaran kepada perpustakaan lain yang diperkirakan
memiliki koleksi sesuai dengan bahan pustaka yang ditawarkan, dan telah mempunyai
hubungan kerjasama.
c. Perpustakaan yang menerima tawaran tersebut, memilih bahan yang sesuai, selanjutnya memilih buku penukar yang sesuai bobotnya serta menyusun daftar bahan pustaka yang akan ditawarkan sebagai bahan penukar. Kemudian perpustakaan yang telah menerima tanggapan atas penawarannya melakukan penilaian keseimbangan bahan pertukaran tentang subyek dan bobotnya. Bahan pustaka yang dapat dipertukarkan tergantung keadaan, koleksi serta kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
5. Perolehan Melalui Hadiah/ Sumbangan
Koleksi bahan pustaka/ buku yang diperoleh dari sumbangan sangat penting untuk memperkaya koleksi perpustakaan. Boleh jadi perpustakaan akan memperoleh keuntungan besar dari koleksi sumbagan yang diterima. Bagi perpustakaan yang mendapat tawaran buku yang akan dihadiahkan oleh instansi lain melalui suatu daftar atau penerbit buku, maka sebelum perpustakaan memutuskan untuk menerima ada beberapa pertimbangan yang dilakukan, misalnya: Apakah koleksi hadiah yang akan diterima subyeknya benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna perpustakaan.
Koleksi bahan pustaka yang dapat dihadiahkan, misalnya:
a. Contoh terbitan dari pengarang dan penerbit.
b. Buku milik perpustakaan lain yang jumlah eksemplarnya lebih.
c. Buku dari donatur seperti organisasi/ Lembaga Perhimpunan Profesi, Kedutaan negara-
negara sahabat.
Koleksi hadiah dapat diperoleh karena atas permintaan maupun tidak atas permintaan:
Hadiah Atas Permintaan
Untuk memperoleh hadiah buku atas permintaan adalah dengan mengirimkan permohonan buku ke instansi/ perpustakaan yang dituju dengan maksud untuk menambah koleksi.
Hadiah Tidak Atas Permintaan
Untuk memperoleh hadiah buku tidak atas permintaan adalah buku-buku yang oleh suatu perpustakaan jumlahnya terlalu banyak maka dikirimkan keperpustakan lain sebagai hadiah/ sumbangan.


INVENTARISASI BAHAN PUSTAKA
Pengertian
Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan data bahan pustaka yang diterima, baik dalam bentuk buku, majalah, bentuk mikro dan audio visual kedalam buku inventaris ( buku induk ).
Kegiatan inventaris bertujuan agar perpustakaan dapat mengontrol kepemilikan bahan pustaka, membuat statistik, mengetahui bahan pustaka yang belum dimiliki ataupun yang sudah dimiliki, mengetahui jumlah bahan pustaka yang dimliki dalam waktu tertentu maupun jumlah buku-buku yang hilang.
Langkah awal yang harus dilakukan terhadap bahan pustaka baik yang dipesan maupun tidak dipesan mencakup kegiatan penerimaan dan inventaris. Kegiatan penerimaan meliputi: kegiatan pemeriksaan terhadap bahan pustaka yang diterima, apakah benar-benar telah sesuai dengan surat pengantar, daftar yang dipesan, memeriksa kondisi fisik buku, apakah dalam keadaan baik/ tidak rusak, lengkap atau tidak lengkap.
Tugas dan Wewenang Bagian Inventaris Adalah :
1. Menetapkan jenis dan jumlah buku inventaris yang diperlukan.
2. Menetapkan macam dan ukuran kolom-kolom dalam buku inventaris serta petunjuk
untuk mengisinya.
3. Menetapkan dan melaksanakan pencatatan menurut cara yang telah ditentukan.
4. Menetapkan jenis bahan pustaka dalam pemberian tanda kepemilikan perpustakaan ( dengan stempel ) tiap bahan pustaka yang diterima.

Menetapkan Jenis dan Jumlah Inventaris yang diperlukan :
Sebelum kita melaksanakan inventarisasi, lebih dahulu kita ketahui jenis buku induk: buku induk buku, buku induk majalah, buku induk bahan pustaka non buku. Untuk buku induk ada 3 macam:
1) Buku induk pembelian
2) Buku induk hadiah
3) Buku induk pertukaran

Buku Inventaris :
Untuk menentukan macam kolom-kolom induk buku dan petunjuk pengisiannya sebagai berikut:
a) Sediakan buku bergaris ukuran folio, setiap halaman dobel folionya dibuatkan kolom-kolom
dengan ukuran tertentu yang disesuaikan.
b) Pencatatan buku kedalam buku induk selalu berdasarkan kronologis, yaitu menuruttanggal
penerimaan.
c) Buku induk terbagi dalam kolom-kolom : Tanggal terima, Nomor induk, Pengarang, judul
buku, jumlah eksemplar, penerbit , golongan, Bahasa, harga, Asal bahan pustaka,
Keterangan.
d) Tiap jilid buku mempunyai satu nomor induk. Dengan demikian buku yang berjilid 3 akan
memperoleh 3 nomor induk tiap jilidnya.
e) setiap tahun buku induk dapat dimulai dengan nomor urut baru, atau dapat dilanjutkandari
tahun ke tahun.
f) Jika buku hilang maka keterangan tersebut dicatat dalam buku induk ( keterangan
dalam buku induk dicoret )
Contoh Buku Induk ke 1:
Ada bebrapa hal yang perlu dicatat ke dalam buku induk/di inventarisasi diantaranya:
Kolom 1 : Tanggal terima, kapan buku diperoleh
Kolom 2 : No. Induk Buku,
Kolom 3 : Pengarang, (pengarang utama/pertama)
Kolom 4 : Judul,
Kolom 5 : Jumlah Buku, (eksemplar)
Kolom 6 : Penerbit (kota terbit: nama penerbit, tahun terbit)
Kolom 7 : Golongan atau klasifikasi,
Kolom 8 : Bahasa, dapat pisahkan sesuai dengan bahsa buku tersebut misalnya
buku yang berbahsa (Indonesia, Inggris, asing lain)
Kolom 9 : Asal buku diperolehnya misalnya dari pembelian atau hadiah
Kolom 10 : Keterangan


Pemberian Tanda Kepemilikan Perpustakaan :
Bagian inventaris harus bisa membedakan jenis-jenis bahan pustaka, misalnya jenis-jenis referens seperti, kamus, ensiklipedi atau buku-buku yang bersifat umum.
Stempel di perpustakaan ada 2 macam :
1. Stempel Kepemilikan : ada 2 bentuk stempel kepemilikan yaitu :
(a) berbentuk logo instansi, untuk dibubuhkan pada setiap halaman tertentu
(b) berbentuk lain, untuk dibubuhkan pada samping-samping buku, samping atas, samping dan samping bawah
2. Stempel Inventaris: stempel ini khusus dibubuhkan pada balik halaman judul dan berisi catatan:
(a) a. Tanggal :………………
(b) b. No. Induk :…………….
(c) c. Asal Perolehan :………
(d) d. No. Klasifikasi :……….
(e) a s/d c diisikan pada saat pencataatan buku induk, ditulis dengan memakai tinta yang tidak mudah luntur, sedang d (No.Klasifikasi diisikan setelah buku diklasifikasi)


KATALOGISASI DESKRIPTIF BAHAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Katalog dalam arti luas adalah daftar suatu barang atau bahan yang disusun secara sistematis untuk tujuan tertentu. Katalog yang dipergunakan dalam perpustakaan pada umumnya terkait dengan buku / bahan pustaka maka dalam proses identifikasi suatu karya dalam bentuk “Deskripsi bibliografi” secara rinci menurut aturan yang telah dibakukan disebut “mengkatalogisasi bahan pustaka”
Aturan pengkatalogan menggunakan pedoman AACR2 (Anglo American Cataloging Rules). AACR2 ini selalu mengalami perkembangan dan penyempurnaan sehingga sampai sekarang buku tersebut merupakan buku edisi revisi yang ke 2. Sedangkan yang dimaksud katalogisasi deskriptif adalah kegiatan mencatat identitas setiap bahan pustaka yang diperlukan untuk dapat memberikan gambaran umum tentang ciri-ciri tertentu dalam bahan pustaka tersebut.

B. Bentuk Fisik Katalog
Ada beberapa bentuk fisik katalog mulai dari yang sederhana sampai ke bentuk modern diantaranya: katalog lembaran, katalog kartu, katalog dalam bentuk micro, katalog komputer terpasang. Sampai saat ini yang masih populer dan dipakai di perpustakaan dilingkungan sekolah adalah katalog kartu sedangkan yang dipakai di Perguruan Tinggi memakai katalog komputer terpasang (Online Computer Catalogue).

C. Aturan Umum Deskripsi Katalog Menurut AACR2
1. Sumber Informasi
Informasi untuk mendiskripsi bahan pustaka diambil dari sumber bahan pustaka itu sendiri, yang dapat dimulai pada halaman judul, balik halaman judul (verso), halaman awal, halam belakang. Bagian lain juga merupakan bahan informasi, baca di bagian kata pengantar, teks, kulit buku, punggung buku dan sumber lain dari luar publikasi, misalnya katalog dalam terbitan (KDT).
2. Organisasi deskripsi
Deskripsi katalog pada dasarnya terdiri dari 8 daerah yaitu:
(1) Daerah Judul dan Penanggung Jawab
(2) Daerah Edisi
(3) Daerah Materi Data Khusus
(4) Daerah Publikasi (impresium)
(5) Daerah Deskripsi Fisik (kolasi)
(6) Daerah Seri
(7) Daerah Catatan
(8) Daerah Nomor Standar buku (ISBN)
3. Tanda Baca
Tanda baca digunakan untuk membedakan tiap-tiap daerah dan setiap keterangan bibliografis yaitu:
Daerah Judul / Keterangan Penanggung Jawab
Judul Pokok
= Judul paralel
: Judul lain atau informasi judul lain (anak judul)
/ Keterangan pengarang (penanggung jawab)
, Keterangan pengarang kedua, ketiga (yang sederajad)
; Keterangan penanggung jawab kedua, ketiga yang tidak sederajat
seperti, editor, ilustrator dan sebagainya.
Daerah Edisi
. -- Keterangan edisi dan cetakan
. -- Keterangan cetakan
Daerah Keterangan Publikasi (impresium)
. – Tempat penerbit (nama kota)
: Nama penerbit
, Tahun terbit
Daerah Deskripsi Fisik (kolasi)
Jumlah halaman angka romawi
, Jumlah halaman angka arab
: Keterangan ilustrasi (gambar, grafik, peta, dll.)
; Dimensi / ukuran tinggi buku dalam cm.
Daerah Seri
. -- Keterangan seri
: Keterangan sub seri
; Penomoran dalam seri/sub seri
Daerah Catatan
Catatan ditulis pada paragraf baru, informasi yang ditulis adalah data penting yang berhubungan dengan:
a. Judul , misalnya:
judul asli ……
Terjemahan dari :……
b. Kepengarangan, misalnya :
naskah asli oleh ……..
c. Edisi, misalnya :
edisi revisi pertama tahun ………
edisi revisi kedua tahun ………..
diterbitkan dalam edisi khusus
Daerah Nomor Standard (ISBN)
Nomor standard buku secara internasional ditulis di bawah catatan
Misalnya :
ISBN 0-13-072090-9
ISBN 0-13-960849-4
ISBN 04-01-105-1
D. Spesifikasi Dari Unsur-Unsur Pada Deskripsi
1. Pernyataan Judul
Tulislah judul pokok persis seperti yang tercantum pada sumber informasi utama biasanya pada halaman judul, bukan pada kavernya kecuali huruf besar dan tanda bacanya harus ditulis berdasarkan aturan pengkatalogan.
Pernyataan judul terdiri dari:
a. Judul Pokok
b. Judul Pokok : ditambah informasi judul lain (anak judul)
c. Judul Pokok = disertai judul parallel

Contoh :
Judul Pokok
Mahir Berbahasa Indonesia

Judul Pokok : Informasi Judul lain (anak Judul)
Mahir Berbahasa Indonesia : untuk SD kelas 6

Judul Pokok : Info. Judul lain : info. judul lain
Mahir Berbahasa Indonesia : unuk SD kelas 6 : sesuai dengan kurikulum 1994

Judul Pokok = Judul Paralel
KTT X Gerakan Non Blok = Enth Conference of Heads
of State or Government of Non Aligned Countries

2. Pernyataan Penanggung Jawab
Penanggung jawab, yaitu penulis buku atau pengarang, yang terkait dengan musik adalah kompuser, Fotografer yang terkait dengan foto, sedangkan kartografer terkait dengan peta, dan sebagainya. penangung jawab juga bisa berbentuk badan korporasi, seperti : Lembaga pemerintahan, nama organisasi ,dsb.
Contoh:
a) Buku dengan satu pengarang, dua pengarang, tiga pengarang dan untuk pengarang lebih dari tiga pengarang pertama yang dipakai kemudian diganti dengan kawan-kawan (dkk) atau (et al).
Contoh:
Mahir berbahasa Indonesia / oleh Subroto
Mahir berbahasa Indonesia / oleh Subroto, Indra Jaya Nauman
Mahir berbahasa Indonesia / oleh Subroto, Indra Jaya Nauman, Sutjipto,
Mahir berbahasa Indonesia / oleh Subroto, dkk

b) Buku dengan satu pengarang dan satu editor
Contoh:
Mahir berbahasa Indonesia / oleh Subroto; editor: Sunarto
c) Buku dengan pengarang badan korporasi
Contoh :
Mahir berbahasa Indonesia/ oleh Departemen Pendidikan Nasional

3. Pernyataan Edisi
Pernyataan edisi ditulis sesuai aturan, misalnya, buku edisi ke 1, 2, 3, 4, dst. Dalam peraturan dapat ditulis seperti:
Edisi 1---ed.1
Edisi 2…ed.2
Edisi 3…ed.3 dst.
Jika buku berbahasa inggris
Edisi 1….1 st.ed.
Edisi 2….2 nd.ed.
Edisi 3….3 rd.ed.
Edisi 4….4 th.ed.
edisi 4 - 10 ditambah th

4. Keterangan Penerbitan
Keterangan penerbit pada umumnya ditulis dalam tiga rangkaian, yaitu : Tempat terbit, nama penerbit dan Tahun terbit. Hal-hal yang perlu diperhatikan apabila ada keterangan penerbitan yang tidak diketahui ; tempat terbit, nama penerbit, tahun terbit, penulisan pada kartu katalog sebagai berikut:
a). S.l . atau (sine loco) jika tidak diketahui tempat / kota penerbitnya
b). S.n. atau (sine nomain) jika tidak diketahui nama penerbitnya
c). S.a. atau (sine alie) jika tidak diketahui tahun terbitnya
Dalam hal ini istilah dalam katalog boleh memakai istilah sendiri asalkan dalam penggunaanya secara konsisten misalnya : Tkt = tanpa kota terbit, apabila kota terbit tidak diketahui, Tnp = tanpa nama penerbit, apabila nama penerbit tidak diketahui dan Tt.t = Tanpa tahun terbit. Apabila tahun terbit tidak disebutkan
Dalam penggunaan istilah dapat dilihat pada contoh dibawah ini :
Klaten : Intan Pariwara, 2000
S.l : Intan Pariwara, 2000
Klaten : S. n. , 2000
Klaten : Intan Pariwara, S.a
5. Deskripsi Fisik
Deskripsi fisik dapat diketahui pada jumlah halaman romawi, halaman angka arab, keterangan lain pada isi buku misalnya, ilustrasi dan ukuran tinggi buku serta ditambah bahan lain bila disertakan misalnya : disket, kaset, dan sebagainya. Penggunaan dalam katalog dapat dilihat di bawah ini :
xii, 289 hal.: ilus.; 23 cm
xii, 289 hal.: ilus.; 23 cm + disket
6. Pernyataan Seri
Pernyataan seri biasanya ditulis di antara tanda kurung pada informasi buku, misalnya (seri ceritera rakyat), (seri karaoke), (seri matematika), (seri lingkungan hidup) dsb. Untuk penggunaannya ditulis pada paragraf baru
contoh sebagai berikut:
Seri ceritera rakyat
Seri karaoke
Seri matematika dsb.
7. Catatan
Catatan ditulis pada paragraf baru dan informasinya ditulis adalah keterangan penting yang belum/tidak bisa dimasukkan dalam deskripsi utama. Dalam penulisannya seperti contoh dibawah ini:
Komedi dalam dua babak
Terjemahan dari: La Muerte de Artemio Cruz
Disadur dari ceritera 1001 malam
8. Nomor Standar
Nomor standar buku atau ISBN (International Standard Book Number) ditulis dibawah catatan, dalam penulisan pada katalog dapat dilihat di bawah ini :
ISBN 0-904576-17-5 ;ISBN 979-511-659-2 ; ISBN 979-518-364-8
E. Menentukan Tajuk Entri Utama Dan Tajuk Entri Tambahan
1. Karya Perorangan
Karya perorangan terdiri dari, satu pengarang, dua pengarang, tiga pengarang dan lebih dari tiga pengarang. Ada juga karya pengarang campuran yaitu terdiri pengarang asli dan pengarang editor atau ilustrator. Kemudian tulislah nama pengarang yang pertama sebagai tajuk entri utama dan pengarang lain sebagai tajuk entri tambahan.
Didalam penulisan pengarang , kataloger juga perlu memperhatikan nama-nama yang digunakan oleh pengarang, seperti nama keluarga, nama panggilan, gelar bangsawan, nama samaran, gelar keagamaan, dsb.
Tajuk entri utama (TEU) dan tajuk entri tambahan(TET)
Contoh:
The sun also rises / by Ernest Hemingway
TEU : HEMINGWAY, Ernest

The sun also rises/ Sir Edward Burne-Jone , Tennyson, Alfred
TEU : BURNE-JONE, Sir Edward
TET : 1. Tennyson 2. Alfred


Pengantar ilmu perpustakaan / oleh Sulistyo-Basuki
TEU : SULISTYO-BASUKI

Pengantar ilmu perpustakaan / oleh Sulistyo Basuki
TEU : BASUKI, Sulistyo

2. Karya Badan Korporasi
Karya badan korporasi terdiri dari badan pemerintah dan swasta. Pilihlah tajuk untuk nama badan korporasi langsung pada namanya yang paling dikenal, dan gunakan bentuk nama resmi sebagai tajuk untuk badan korporasi dari bentuk yang lain:
Contoh:
Bank Negara Indonesia 1946 Bukan B.N.I 1946
Perpustakaan Nasional RI Bukan Perpusnas RI
Gunakan bahasa yang resmi
Contoh:
Palang Merah Indonesia Bukan Indonesia Red Cross
Badan Tenaga Atom Nasional Bukan National Atomic Energy Centre
Tambahkan “Indonesia” pada pengarang badan korporasi sesuai letak geografisnya dan berlaku untuk badan-badan bawahannya.
Contoh :
Majelis Permusyawaratan Rakyat
INDONESIA. Majelis Permusyawaratan Rakyat
INDONESIA. Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sekretariat Jendral
INDONESIA. Dewan Perwakilan Rakyat
JAWA TENGAH. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I
PEKALONGAN (Kotamadya). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II

F. Penggunaan Nama Pengarang Untuk Tajuk
1. Pengarang dengan menggunakan nama keluarga :
Robert Rudolf Daryanto Tajuk DARYANTO, Robert Rudolf
Mohammad Hatta Tajuk HATTA, Mohammad
H. Sahetappy-Engel Tajuk SAHETAPPY-ENGEL, H
Tan Goan Po Tajuk TAN, Goan Po
Kho Ping Ho Tajuk KHO, Ping Ho
2. Pengarang dengan menggunakan nama panggilan
Dokter O Tajuk DOKTER O
Nyonya Rumah Tajuk NYONYA RUMAH
3. Pengarang dengan menggunakan gelar kebangsawanan
Pangeran Raden Hario Achmad Joyodiningrat
Tajuk JAYADININGRAT, Achmad, Pangeran Raden Hario
Teuku Umar Tajuk UMAR, Teuku
4. Pengarang Wanita dengan mengikutsertakan nama suaminya
Ny. Nani Sudarsono Tajuk SUDARSONO, Nani, Ny (nyonya)
Ny. Yanti Soewondo Suparmono Tajuk SOEWONDO SUPARMONO, Yanti,
Ny (nyonya)
5. Pengarang dengan gelar keagamaan
Kiai Haji Abdul Wahid Hasyim Tajuk HASYIM, Abdul Wahid, Kiai Haji
Uskup Agung Leo Sukoto Tajuk SUKOTO, Leo, Uskup Agung

G. Pembuatan Kartu Katalog
Beberapa macam pekerjaan dari pekerjaan pokok pada pengolahan bahan pustaka diantaranya adalah : inventarisasi, identivikasi, klasifikasi, katalogisasi, pelabelan dan sebagainya
Pengkatalogan salah satu pekerjaan pengolahan bahan pustaka yang memerlukan pekerjaan tersendiri karena memerlukan ketelitian . Bahan pustaka yang perlu dibuatkan kartu katalog untuk koleksi perpustakaan diantaranya:
- buku teks maupun buku referensi
- penerbitan pemerintah
- penerbitan berkala
- skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian atau karya ilmiah lain
- peta, atlas
- media non cetak , dsb.
Pengetikan katalog sebagian besar menggunakan atau menganut pola/format yang digunakan perpustakaan di negara-negara benua Eropa yaitu negara Inggris dan sekitarnya dan Amerika Serikat serta Kanada , Sedangkan petunjuk teknisnya menganut sistem AACR2 atau peraturan-peraturan katalogisasi yang berlaku di benua Eropa dan Amerika serta dianut oleh perpustakaan yang berada di Negara berkembang yaitu di kawasan Asia.
Adapun pola atau format yang digunakan mempunyai kesamaan seperti :
- ukuran kertas katalo
- tata pengetikan
- data bibliografi
- macam kartu katalog
Dengan menganut kesamaan sistem tersebut perpustakaan di Indonesia dapat berharap maupun bekerja sama secara internasional dengan perpustakaan di luar negeri.

H. Pengetikan Kartu Katalog
Persiapan
1. Petunjuk persiapan
a. Sebelum dibuatkan kartu katalog terlebih dahulu buku harus sudah selesai diidentifikasi, diklasifikasi dan diiventarisasi.
b. Untuk membuat kartu katalog perlu disiapkan peralatan seperti:
- blangko T-slip atau formulis khusus untuk membuat T-slip
- alat penggaris
- kartu katalog ukuran ( 7,5X12,5 ) cm
- mesin ketik
- komputer
2. Petunjuk membuat T-slip
a. T-slip merupakan catatan keterangan mengenai buku yang akan diketik pada kartu katalog
b. Hal-hal yang dituangkan pada T-slip seperti:
- nomor penempatan (call number)
- nama pengarang
- judul buku
- penerbit (impresium)
- deskripsi fisik (kolasi)
- anotasi
- lacak/jejakan/tracing
c. T.slip selain sebagai data pembuatan kartu katalog juga sebagai alat pengecekan (cheklist) sebelum mengklasifikasi untuk mencegah perbedaan nomor klasifikasi buku yang sama pengarangnya maupun judulnya.
d. Salah satu contoh dibawah ini T-slip untuk buku :
Nomor penempatan : 539/HOL/f
Pengarang : David Holliday, Robert Resnick;
Alih bahasa: Pantur Silaban
Judul : Fisika Modern= Physics, edisi ke 3
Penerbit : Jakarta : Erlangga, 1990.
Deskripsi fisik : x, 243 p.: il.; 24 cm.
Notasi : -
Jejakan : I. Resnick, Robert II. Silaban, Pantur (alih bahasa)
1. FISIKA MODERN 2. MODERN PHYSICS
e. Keterangan
1). Nomor penempatan terdiri dari nomor klasifikasi bahan pustaka dan tiga huruf dari pengarang utama/pertama dan satu huruf pertama dari judul buku
2) Nama pengarang terdiri dari nama orang dan badan korporasi
3) Judul terdiri dari judul utama/pokok tulislah kalau ada keterangan judul
lain seperti judul paralel, anak judul dll
4). Penerbit terdiri dari keterangan mengenai kota terbit, nama penerbit dan tahun terbit serta informasi lain yang berkaitan
5). Deskripsi fisik terdiri dari keterangan berapa jumlah halaman angka romawi maupun angka arab, kemudian keterangan ilustrasi terdiri dari keterangan gambar-gambar, grafik dan lain sebagainya yang terakhir ukuran tinggi buku
6). Notasi terdiri dari keterangan yang bisa dicantumklan kalau ada misalnya seri buku, judul asli dari buku yang bersangkutan, dan sebagainya.
7). Jejakan terdiri dari keterangan lebih lanjut mengenai buku yang bersangkutan yang biasa ditulis tentang subyek, tajuk tambahan terdiri dari pengarang ke 2, 3, penerjemah dan sebagainya.
f. Pembuatan kartu katalog
Penulisan Kartu Katalog

Deskripsi
Nomor klasifikasi : 539
Pengarang : David Holliday , Robert Resnick
Alih Bahasa : Pantur Silaban
Judul : Fisika Modern = Physics
Edisi : Edisi 3
Penerbit (impresium) : Jakarta : Erlangga, 1990
Deskripsi Fisik (kolasi) : x, 243 p.: il.; 24 cm.
Notasi : -
Lacak/Tracing/Jejakan : I. Resnick, Robert
II. Silaban, Pantur (alih Bahasa)
III. Judul
1. FISIKA MODERN
2. MODERN PHYSICS

KARTU KATALOG SHELFLIST
539
LIDAY, David
Fisika modern=Physics / David Holliday,
Robert Resnick ; Pantur Silaban (alih bahasa)
. – ed.3. – Jakarta : Erlangga, 1990
X, 243 p.: il.; 24 cm.

I. Resnick, Robert
II. Silaban, Pantur (alih bahasa)
1. FISIKA MODERN 2. MODERN PHYSICS
3. Judul

PRINSIP-PRINSIP KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA

A. Pengertian
Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya orang sering melakukan kegiatan klasifikasi, misalnya pedagang buah-buahan yang mengelompokkan dagangannya menurut jenis buah-buahan, seperti jeruk, mangga, apel atau durian yang masing-masing dikelompokkan menurut jenis buah-buahan. Begitu juga dengan pedagang pakaian yang menyusun dagangannya menurut kelompok atau jenis pemakainya, misalnya pakaian anak-anak, pakaian remaja, pakaian pria, pakaian wanita, pakaian keagamaan, dan sebagainya. Di rumah, seperti di dapur, ibu-ibu menata alat-alat dapur sedemikian rupa, misalnya sendok, garpu, piring, panci dan lain-lain ditata terpisah satu dengan yang lain. Di sekolah, peserta didik dibagi dalam beberapa kelas, misalnya kelas I, kelas II, kelas III dan seterusnya. Semua kegiatan tersebut termasuk kegiatan pengklasifikasian (klasifikasi). Klasifikasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mengelompokkan suatu benda/hal yang sama dan sekaligus memisahkan benda/hal tersebut dari yang tidak sama dengan tujuan:
· Memudahkan pencarian
· Memudahkan penyimpanan
· Supaya indah dipandang mata
Bahan pustaka dapat dikelompokkan (diklasifikasi) menurut ciri-ciri fisiknya, seperti; bentuk buku, majalah, surat kabar, laporan, warna sampul, tebal-tipis, ukuran tinggi, pengarang, proyek, nomor induk, tahun terima, dsb. yang lazim disebut “klasifikasi artifisial”. Akan tetapi di suatu perpustakaan pada umumnya dilakukan klasifikasi berdasarkan ciri-ciri isi (subjek) yang lazim disebut “klasifikasi fundamental. Disamping itu, kebanyakan perpustakaan menyusun koleksinya di rak dengan menganut sistem penempatan relatif (relative location); koleksi disusun berdasarkan notasi (nomor klasfikasi), mulai dari kelas 000, 100, 200 dst.nya dari arah kiri ke kanan. Susunan tersebut bersifat relatif, artinya susunan itu secara luwes akan bergeser ke kiri atau ke kanan bila ada koleksi baru yang diterima perpustakaan.
Untuk dapat mewujudkan cara penyimpanan dan penyususnan koleksi perpustakaan, para pakar ilmu perpustakaan (pustakawan) telah menciptakan berbagai bagan klasifikasi. Paling tidak saat ini terdapat 3 (tiga) bagan klasifikasi yang banyak dipakai, yaitu
Þ Dewey Decimal Classification (DDC, 1876)
Þ Universal Decimal Classification (UDC, 1899)
Þ Library of Congress Classification (LCC, 1899)
Adapun ciri-ciri bagan klasifikasi yang baik antara lain:
· Universal (universal), mencakup semua ilmu
· Mutaakhir (up to date), selalu diperbarui dan direvisi
· Mudah (user friendly) cara menggunakannya
· Murah (economics) harganya
· Luwes (flexible), dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
· Banyak digunakan (well-known) yang akan memudahkan jaringan

B. Tujuan
Uraian di atas telah menjelaskan alasan dan keuntungan klasifikasi, namun secara khusus tujuan klasifikasi di suatu perpustakaan adalah:
· Memudahkan pengolahan
· Memudahkan penyimpanan
· Memudahkan mencari kembali
· Menginformasikan subjek-subjek yang dimiliki
· Memperlihatkan keseimbangan antar subjek
· Menghemat tempat penyimpanan
· Memberikan gambaran umum cakupan ilmu pengetahuan

C. Pedoman Praktis Analisis
Untuk melakukan analisis subjek dapat dilakukan melalui:
· Judul, seringkali melalui judul saja suatu dokumen sudah dapat ditentukan subjeknya.
· Daftar isi, adakalanya dengan melihat daftar isi suatu dokumen sudah diketahui subjeknya.
· Daftar bacaan atau bibliografi yang digunakan oleh pengarang untuk menyusun karya tersebut. · Membaca pendahuluan dari bahan pustaka tersebut.
· Membaca sebagian atau keseluruhan isi karya tersebut.
· Sarana bibliografi atau sumber rujukan, seperti: bibliografi, katalog, tinjauan buku.
· Menanyakan pada pakar, yaitu orang yang dianggap ahli dalam subjek tsb.

D. Prinsip Klasifikasi
Pada prinsipnya mengklasifikasi bahan pustaka harus sesuai dengan keinginan pengarangnya. Namun demikian untuk orang lain diberikan beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman dalam penentuan notasi, yaitu:
· Kelaskan suatu karya, pertama menurut subjeknya kemudian diikuti bentuk penyajiannya kalau perlu.
Contoh:
Kamus istilah koperasi à klas 334.03
334 = Koperasi (sebagai subjek)
-03 = Kamus (bentuk penyajiannya)

· Kelaskan pada suatu subjek yang lebih khusus (spesifik).
Contoh:
Mengenal matahari kita à klas 523.7 pada “Matahari” (khusus) tidak pada klas 520 à Astronomi (umum)

· Apabila suatu dokumen memiliki 2 (dua) subjek atau lebih, kelaskan pada subjek yang paling dominan.
Contoh:
Dasar-dasar fisika dan kimia,
pilih antara klas 530 atau 540, ambil yang dominan

· Apabila subjek spesifik terlalu banyak, maka pilih subjek umumnya.
Contoh:
Mengenal fauna Indonesia, di dalamnya terdapat berbagai jenis
binatang, maka kelompokkan pada “binatang atau zoologi” tidak
pada masing-masing binatang tersebut; golongkan dalam. klas 590 atau 636

· Apabila subjek dokumen mempengaruhi subjek yang lain, maka pilih subjek yang dipengaruhi.
Contoh:
Pengaruh agama Hindu pada agama Islam, masukkan dalam
Islam klas 2X0 atau 297 bukan pada Hindu klas 294.5

· Apabila salah satu subjek digunakan sebagai alat membahas subjek lain, maka pilihlah subjek yang menggunakan alat tersebut.
Contoh:
Pelajaran bahasa Inggris melalui televisi. Masukkan dalam klas
bahasa Inggris klas 420 bukan televisi klas 384.5

· Apabila suatu karya memiliki subjek yang disajikan untuk kepentingan pemakai bidang tertentu (kelompok tertentu) maka kelaskan pada subjek yang disajikan.
Contoh:
Kursus bahasa Arab untuk jamaah haji. Masukkan dalam klas
bahasa Arab klas 492.7 bukan haji klas 2X4.1 atau 297.1

E. Sejarah Singkat Klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification)
Klasifikasi Persepuluhan Dewey (selanjutnya disingkat DDC) adalah hasil karya Melvil Dewey (1851-1931), seorang pustakawan di Ambers College, Massachusset Amerika Serikat. Pada tahun 1876 ia menerbitkan DDC edisi pertama dengan judul “A Classification and Subject index for cataloging and arranging the book and pamphlet of a library”. Terbitan pertama tersebut hanya terdiri dari 42 halaman yang berisi 12 halaman pendahuluan, 12 halaman bagan dan 18 halaman indeks. DDC terus menerus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Pada tahun 2003 diterbitkan DDC edisi ke-22. Selain edisi lengkap, DDC juga tersedia dalam bentuk “edisi ringkas.” Edisi ringkas dimaksudkan untuk digunakan pada perpustakaan yang memiliki koleksi kurang dari 20.000 judul.
Kelestarian DDC tetap terus terjaga karena ada sebuah lembaga yang mengawasinya yaitu: The Lake Placed Education Foundation and The Library of Congress di Amerika Serikat. Kemutakhirannya dilakukan dengan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Minimal setiap sepuluh tahun diterbitkan DDC dengan edisi revisi terbarunya. Selanjutnya untuk komunikasi dengan pengguna, diterbitkanlah warta (newsletter) dengan judul DC& (Decimal Classification Added, Notes and Decisions).
Untuk menampung keluhan terhadap DDC yang cenderung condong ke Amerika, Kristiani, Bahasa Inggris, Sastra Amerika, dsb.nya, DDC menyediakan pilihan/opsi (optional) yang dapat dipertimbangkan oleh pengguna DDC. Di Indonesia misalnya, klas 2X0 – Islam (pada edisi ke-21 dan 22 dengan notasi 297), 410 (Bahasa Indonesia) dan 810 (Sastra Indonesia) adalah contoh memanfaatkan opsi yang diberikan DDC.
Saat ini DDC telah digunakan lebih dari 135 negara dan diterjemahkan kedalam lebih dari 30 bahasa. Di Indonesia penggunaan DDC untuk klasifikasi sangat populer, hampir semua perpustakaan di Indonesia menggunakan DDC. DDC edisi ringkas telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Perpustakan Nasional RI. Disamping itu beberapa pustakawan lain mengadakan terjemahan dan melakukan adaptasi untuk subjek-subjek tertentu. Uraian dalam makalah ini didasarkan pada Terjemahan Ringkas Klasifikasi Desimal Dewey & Indeks Relatif yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional RI pada tahun 1993.

Secara umum DDC terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu:
· Bagan (schedules)
· Indeks relatif (relatives index)
· Tabel-tabel (tables)

1. Bagan (Schedules)
Bagan merupakan batang tubuh DDC. Didalam bagan ini semua ilmu disusun sedemikian rupa dan diberi kode angka yang disebut dengan notasi. Notasi dalam bentuk angka terdiri dari tiga angka. Apabila terdapat 4 (empat) angka atau lebih, maka antara angka ke-tiga dan ke-empat diberi tanda titik (.) seperti pada contoh 332.1 (Bank dan perbankan).
Dengan prinsip desimal, DDC memberikan tiga ringkasan yang terdiri dari :
· 10 klas utama
· 100 divisi
· 1000 seksi dari bagan utama
Bila diinginkan masing-masing seksi dibagi pula secara desimal pada beberapa sub-seksi.
a. Klas Utama (10 ringkasan pertama), yaitu:
000 karya umum
100 Filsafat & Psikologi
200 Agama
300 Ilmu-ilmu sosial
400 Bahasa
500 Ilmu-ilmu murni dan matematika
600 Ilmu-ilmu terapan (Teknologi)
700 Kesenian, hiburan, olahraga
800 Kesusastraan
900 Geografi, Biografi dan Sejarah

b. Divisi (100 ringkasan kedua)
Setiap kelas utama dibagi secara desimal menjadi sub klas yang disebut “divisi” (100 ringkasan kedua)
Contoh: Misalnya diambil dari klas 300 (Ilmu-ilmu sosial):
300 Ilmu-ilmu sosial
310 Statistik umum
320 Ilmu politik
330 Ilmu ekonomi
340 Ilmu hukum
350 Administrasi negara (Pemerintahan), Ilmu militer
360 Layanan sosial, Asosiasi
370 Pendidikan
380 Perdagangan, Komunikasi dan Pengangkutan
390 Adat istiadat, Etiket dan Foklore

c. Seksi (1000 ringkasan ketiga)
Kemudian divisi ini dibagi menjadi 10 sub-divisi yang disebut ‘seksi’ (1000 ringkasan ke tiga)
Contoh : Misalnya diambil divisi klas 370 (Pendidikan)
370 Pendidikan
371 Sekolah
372 Pendidikan dasar
373 Pendidikan lanjutan
374 Pendidikan orang dewasa
375 Kurikulum
376 tidak digunakan lagi [unassigned]
377 tidak digunakan lagi [unassigned]
378 Pendidikan tinggi
379 Pendidikan dan negara
Selanjutnya notasi tersebut dapat dibagi lagi secara desimal apabila dikehendaki.
Contoh : Misalnya diambil seksi klas 371 (Sekolah)
371 Sekolah
371.1 Pengajaran dan para pengajar
371.2 Administrasi dan manajemen sekolah
371.3 Metode mengajar dan belajar
371.4 Bimbingan dan penyuluhan
371.5 Disiplin sekolah
371.6 Sarana fisik (seperti; gedung, peralatan, laboratorium)
371.7 Kesehatan dan keamanan sekolah
371.8 Siswa
371.9 Pendidikan khusus atau Sekolah luar biasa

Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa semakin khusus suatu subjek maka semakin panjang notasinya. (ringkasan klas utama dan divisi terlampir)

2. Indeks Relatif
Untuk membantu mencari notasi suatu subjek dalam klasifikasi, DDC menyediakan “Indeks relatif”. Pada indeks relatif ini terdapat sejumlah istilah yang disusun berabjad. Istilah-istilah tersebut mengacu ke notasi yanga ada dalam bagan. Pada indeks ini terdaftar juga sinonim untuk suatu istilah dan juga hubungan-hubungan dengan subjek lainnya. Namun demikian kita tidak boleh menentukan klasifikasi berdasarkan indeks saja. Setelah notasi ditemukan dalam indeks, maka harus diperiksa dalam bagan atau tabel.
Contoh:
Untuk subjek “Pendidikan” terdapat sebagai berikut:
Pendidikan 370
Adminitsrasi 371.2
Departemen 353.8
Etika 370.1
Hukum 344.07
Subsidi 379
Dengan demikian untuk “pendidikan” terdapat sejumlah notasi yang dapat mewakili subjek tsb dan tergantung pada aspek yang dibahas. Apabila pendidikan secara umum notasinya klas 370, maka yang terkait dengan subsidi adalah klas 379, pemerintahan klas 353.8 dan undang-undang pada klas 344.07.
Disamping melalui indeks relatif, pengguna DDC dapat pula mencari notasi secara langsung dan bertahap, mengikuti tahap ringkasan yang ada. Pertama-tama tentukan klas utama subjek tersebut. (lihat ringkasan pertama). Kemudian dari klas utama yang dipilih tentukan divisinya (lihat ringkasan kedua). Apabila divisinya telah ditemukan selanjutnya tentukan seksi (lihat ringkasan ketiga). Jika tidak tersedia ringkasan ketiga, maka langsung lihat ke dalam bagan.

Contoh: “Penyakit Malaria”
à Klas 600 à Divisi 610 à Seksi 616 à Sub-seksi 616.9, dstnya.

Indeks relatif mengacu kepada notasi yang terdapat pada bagan atau pada notasi yang terdapat dalam tabel yang diberi kode T1 atau T2.
Contoh : Kamus Koperasi Indonesia pada klas à 334.03598
Indonesia T2 -598 = lihat dalam Tabel 2
Kamus T1 -03 = lihat dalam Tabel 1
Koperasi 334 = lihat dalam Bagan

3. Tabel-Tabel
Untuk memperluas dan mengkhususkan suatu klasifikasi bahan pustaka, dalam DDC terdapat notasi “tabel-tabel” yang dapat ditambahkan pada notasi dalam bagan. Pada DDC terdapat 7 (tujuha) tabel yaitu:
· Tabel Subdivisi Standar (T1)
· Tabel Wilayah (T2)
· Tabel Bentuk Sastra (T3)
· Tabel Bentuk Bahasa (T4)
· Tabel Ras, Suku, Etnik dan Kebangsaan (T5)
· Tabel Bahasa (T6)
· Tabel Orang / profesi (T7) à ini tidak dimuat dalam edisi terjemahan. (pada edisi 22 (2003) Tabel 7 tidak lagi dimunculkan secara tersendiri)
Notasi yang terdapat pada masing-masing tabel tidak pernah berdiri sendiri, tetapi selalu ditambahkan pada notasi yang terdapat dalam bagan.

Cara penambahan notasi tabel dengan notasi bagan adalah sebagai berikut:
a). Tabel Subdivisi Standar (T1)
Tabel 1 (T1) bertujuan untuk menjelaskan bentuk suatu karya, misalnya bentuk kamus, penelitian, organisasi, sejarah, dsb. Cara penggunaan T1 adalah sebagai berikut :
· Tidak ada perintah
Apabila tidak ada perintah/contoh dalam bagan, maka notasi bagan dapat ditambah langsung dengan notasi T1.
Contoh: “Penelitian Sekolah Dasar pada klas à 372. 072
372 = Sekolah Dasar (lihat bagan)
-072 = Penelitian (T1)
Penulisan subyeknya = Sekolah Dasar – Penelitian
· Sudah terdaftar
Dalam kasus tertentu, notasi subdivisi standar sudah tercantum dan bergabung pada bagan.
Contoh: Kamus filsafat pada klas à 103 - (terdaftar)
Penulisan subyeknya = Filsafat - Kamus
· Perintah menggunakan lebih dari satu nol
Untuk menghindari duplikasi makna notasi, dalam DDC adakalanya diharuskan penggandaan nol untuk penambahan T1
Contoh : Majalah perternakan pada klas à 636.005
636 = Perternakan (bagan)
-05 = Penerbitan berseri/majalah (T1)
Penulisan subyeknya = Peternakan – Majalah
· Dilarang menggunakan
Adakalanya T1 tidak boleh ditambahkan pada notasi bagan.
Contoh : Filsafat kurikulum tetap pada klas è 375
bukan klas 375.01 (karena pada klas 375 dilarang menggunakan subdivisi standar (T1)

Catatan:
Dalam edisi lengkap tidak ada larangan menggunakan T1, tetapi terdapat instruksi menggunakan tiga nol (000) atau empat nol (0000) antara notasi bagan dengan notasi T1
b). Tabel Subdivisi Wilayah (T2)
Tabel 2 (T2) disediakan DDC untuk menambahkan aspek tempat pada subjek tertentu. Misalnya “SMU di Aceh” mendapat notasi 373.5981 yang terdiri dari notasi 373 (bagan) = SMU, notasi -5981 adalah wilayah Sumatera (T2) termasuk juga Aceh. Lengkapnya cara penggunaan T2 adalah sebagai berikut:
· Tidak ada instruksi penggunaan T2
Apabila pada bagan tak ada perintah khusus mengenai penggunaan T2 ini, maka sebelum menggunakan tabel 2 harus diawali dengan –09 sebagai interposisi wilayah dari T1.
Rumus: à Notasi Bagan + -09 + Notasi T2
Contoh : Perkembangan bank di Bali à 332.109 598 6
332.1 = Bank dan perbankan (bagan)
--09 = Interposisi wilayah (T1)
--5986 = Bali (T2)
Penulisan subyeknya = Bank dan perbankan – Bali
· Ada instruksi langsung penggunaan T2
Apabila terdapat instruksi untuk penambahan notasi T2 langsung pada subjek, maka tidak perlu menggunakan interposisi –09.
Rumus : à Notasi bagan + Notasi T2
Contoh : Pendidikan tinggi di Meksiko à 378.72
378 = Pendidikan tinggi (bagan)
--72 = Mesksiko (T2) (tanpa –09)
Penulisan subyeknya = Pendidikan Tinggi – Meksiko

c). Tabel Subdivisi Kesusasteraan (T3)
Notasi T3 ini hanya digunakan untuk klas 800 (kesusasteraan) dan dapat ditambahkan langsung. Rumus : à Notasi bagan + Notasi T3
Contoh : Fiksi Belanda à 839.33
839.3 = Kesusasteraan Belanda
--3 = Fiksi (T3)
Penulisan subyeknya = Fiksi Belanda

Salah asuhan (fiksi Indonesia) à 813
Penulisan subyeknya = Fiksi Indonesia

d). Tabel Subdivisi Bentuk Bahasa (T4)
Tabel T4 ini hanya digunakan untuk klas 400 (bahasa) dan ditambahkan langsung. Rumus : à Notasi bagan + Notasi T4
Contoh : Tata bahasa Arab à 492.75
492.7 = Kesusasteraan Arab (bagan)
--5 = Tata Bahasa (T4)
Penulisan subyeknya = Kesusateraan Arab – tata bahasa
Pengantar tata bahasa Indonesia à 415

e). Tabel Subdivisi Ras, Etnik dan Bangsa (T5)
Notasi T5 ini digunakan untuk subjek yang dikaitkan dengan aspek ras, etnik tertentu. dsbnya. Apabila tidak ada perintah dalam bagan untuk menggunakannya secara langsung, maka sebelum menggunakan notasi T5 harus diawali dengan interposisi - 089 (T1)
Rumus : à Notasi bagan + --089 + Notasi T5
Contoh : Masakan Cina = 641.5.089 951
641.5 = Masakan (Bagan)
--089 = Aspek Ras (T1)
--951 = Orang Cina (T5)
Penulisan subyeknya = Masakan Cina

Musik rakyat Madura = 781.60891
781.6 = Musik rakyat (bagan)
--089 = Aspek Ras (T1)
--1 = Orang Madura, Indonesia (T5)
Penulisan subyeknya = Musik Tradisional ( Madura)
f). Tabel Bahasa (T6)
Tabel 6 (T6) disediakan untuk menambah jenis bahasa tertentu pada subjek tertentu. Penggunaannya sangat terbatas dan digunakan hanya kalau ada instruksi.
Rumus : à Notasi bagan + Notasi T6 atau
Notasi bagan + Notasi T4 + Notasi T6
Contoh: Terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Prancis à 2X1. 241
2X1.2 = Terjemahan Al Qur’an (bagan)
--41 = Bahasa Perancis (T6)
Penulisan subyeknya = Al Qur’an - Terjemah – Prancis

Kamus Inggris - Jepang à 495.6321
495.6 = Bahasa Jepang (bagan)
--3 = Kamus (T4)
--21 = Bahasa Inggris (T6)
Penulisan subyeknya = Bahasa Inggris – Kamus - Jepang

g). Prinsip “Tambahkan Pada …” (add to.. )
Pada DDC ada kalanya perluasan notasi tidak diambil dari notasi tabel (T1 - T7), tetapi diperluas dengan mengambil sebagian atau seluruh dari notasi bagan lainnya.
Pada DDC edisi ringkas hal ini tidak banyak ditemukan, tetapi pada edisi lengkap sering ditemukan. Cara ini sering disebut dengan istilah ”tambahkan pada..” atau “bagi seperti...”. Sebagai contoh subjek “botani” dan “zoologi” dapat dibagi seperti pembagian yang dilakukan untuk subjek “biologi” à klas 574.
Rumus à Notasi bagan + Notasi bagan sebagian atau seluruhnya
Contoh : Ekologi tumbuh-tumbuhan à 581.5
581 = Botani/tumbuh-tumbuhan (bagan)
5 = Ekologi, dari 574.5 (bagan)

Fisiologi hewan à 591.1
591 = Zoologi (bagan)
1 = Fisiologi dari 574.1 (bagan)
Bibliografi pendidikan à Klas 016.37
Analisis : 016 = Bibliografi (bagan)
37 = Pendidikan dari 370 (bagan seluruhnya). Angka 0 di
belakang 37 dihilangkan karena setelah 3 angka tidak
ada angka nol (0) paling akhir notasi

4. Kebijakan Klasifikasi
a). Dalam penggunaan DDC pengkatalog dapat mengambil kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan tenaga yang dimiliki perpustakaan. Pustakawan dapat membuat kebijakan, misalnya:
¨ Hanya menggunakan bagan, tanpa tabel sama sekali
¨ Bagan yang digunakan hanya pada Klas utama, Divisi atau Seksi saja,
dstnya.
¨ Untuk klas tertentu sangat rinci sampai ke sub-seksi, sedangkan subjek
yang tidak banyak koleksinya pada Klas utama atau Divisi saja.
¨ Menggunakan Bagan dan Tabel secara terpilih
¨ Menggunakan Bagan dan Tabel dan mengikuti Prinsip perintah
tambahkan.
b). Apabila memiliki DDC edisi terbaru, jika memungkinkan sebaiknya dilakukan “klasifikasi ulang” (reclassification). Jika tidak mungkin hanya koleksi baru dengan DDC baru, dan dibuatkan acuan atau penunjukan kalau ada notasi yang mengalami perubahan atau penambahan.
c). Terhadap opsi (pilihan) yang terdapat dalam edisi bahasa Indonesia, pustakawan dapat mempertimbangkan untuk mengikutinya atau tidak. Meskipun Perpustakan Nasional RI adalah penggagas notasi Islam 2X0, tetapi dalam pengolahan di Perpustakaan Nasional tetap menggunakan Klas 297 untuk agama Islam.
d). Khusus untuk buku-buku mengenai “Biografi” notasi 920 dapat diganti dengan huruf B dan mengenai “Fiksi” (novel) dengan huruf F.
e). Tanda baca kurung siku (-- [ ] --) dalam DDC berarti notasi yang ada didalamnya sudah tidak digunakan lagi, contoh [778.1]. Sedangkan tanda baca kurung biasa (-- ( ) --) sebaiknya tidak digunakan, contoh (-016) pada T1.
f). Apabila dalam melakukan analisis subjek atau mementukan notasi terdapat keragu-raguan, sebaiknya dimusyawarahkan antar pustakawan untuk menentukan subjek atau notasi bahan pustaka tsb.
g). Kesalahan dalam analisis subjek akan berakibat kesalahan dalam menentukan notasi. Selanjutnya akan terjadi kesalahan dalam penyimpanan di perpustakaan. Untuk perpustakaan dengan layanan sistem terbuka (open access) kesalahan tersebut berakibat fatal, pemakai tidak akan menemukan buku yang dicarinya karena salah penempatan koleksinya.

http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=scahor&k=3593&b=39181&droll=a8740272

DATAR PUSTAKA

Dewey, Melvil. 1996. Dewey Decimal Classification and Relative Index Ed. 22. Dublin:
Online Computer Library Center, Inc.

Gorman, Michael. 1986. AACR2 Ringkasan. Jakarta: Proyek Pengembangan Perpustakaan Jakarta. Pusat Pembinaan Perpustakaan.

Hamakonda, Towa P. 1991. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Yusuf, Pawit M, 2007. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah, Jakarta: Kencana

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 1995. Daftar Tajuk Subyek untuk Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional R.I.

Sumardji,P.1992.Peraturan Teknis Pelaksanaan Pembuatan / Pengetikan Kartu Katalog di Perpustakaan Yogyakarta : Gadjah Mada University Press”.

Saldinah H, Dien. 1987. Katalogisasi Sebuah Pengantar. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tairas, JNB. 1982. Peraturan Katalogisasi Indonesia: Deskripsi Bibliografi (ISBD),
Penentuan untuk Tajuk Entri. Jakarta : Pusat Pembinaan Perpustakaan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
.
The Direction of the Joint Shering Commilter for Revision of AACR. 1967. Anglo American Cataloging Rules. American : Library Association, American Library Association Originally Published.

Zen, Zulfikar. 2006. Prinsip Dasar Klasifikasi dan DDC Edisi 22 Tahun 2003.
(Makalah Pada Pelatihan Bimbingan Teknis Klasifikasi). Semarang: Kantor
Perpustakaan Daerah Jawa Tengah


Ingin memdapatkan uang dengan mudah klik alamat dibawah ini:

http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3610&b=39181&droll=67f22a48

Minggu, 01 Maret 2009

PEMBINAAN PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

ingin cari uang dengan mudah? klik dibawah ini
PENDAHULUAN

Analisa Situasi

Keberadaan perpustakaan bagi masyarakat modern dewasa ini dirasa sangat penting, utamanya terkait dengan proses belajar mengajar. Sejak manusia mulai bisa membaca hingga memasuki bangku sekolah sampai bekerja, dalam pemikiran mereka perpustakaan selalu dikaitkan dengan buku, sedangkan buku dikaitkan dengan kegiatan belajar, baik belajar di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Anggapan ini memang tidak seluruhnya salah, tetapi juga tidak semuanya benar mengingat perpustakaan saat ini tidak hanya berisi buku-buku saja. Ada perpustakaan yang dilengkapi dengan bahan pustaka maya (virtual) ataupun terekam (recorded), bahkan tidak jarang sebuah perpustakaan yang dilengkapi dengan café, toko buku, tempat kursus ketermapilan, swalayan, dan lain-lainnya. Namun pada intinya adalah bahwa semua perpustakaan tersebut dengan berbagai keadaannya memerlukan pengolahan bahan pustaka (baca: buku) dengan manajemen yang baik. Oleh karenanya pengelolaan perpustakaan yang tersistem menjadi hal yang siginfikan yang harus dikuasai bagi para pengelola/pustakawan tersebut.
Perpustakaan memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan khasanah hasil pemikiran manusia yang dituangkan dalam bentuk media cetak maupun non cetak. Tergolong dalam media cetak seperti buku, majalah, surat kabar dan lain sebagainya, sedangkan media non cetak seperti televisi, audio-visual, microreader, microchip, film-strip (microfilm) dan sebagainya yang merupakan produk kemajuan teknologi sampai saat ini.
Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 54 menjelaskan, bahwa peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi, pengusaha dan organisasi masyarakat, dimana perpustakaan termasuk salah satu unsur penting terselanggaranya kegiatan pendidikan tersebut. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sekolah sangat berperan baik di sekolah maupun di masyarakat pedesaan untuk memajukan bangsa terutama dalam menyebar luaskan informasi dan cakrawala pendidikan.
Terkait hal tersebut di atas, Pemerintah Kota Semarang telah menjadikan fungsi pendidikan sebagai Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Semarang, untuk mendukung visi dan misi Kota Semarang menjadi Kota Metropolitan yang Religius berbasis perdagangan dan jasa. Untuk mendukung tercapainya misi dan visi tersebut maka perlu adanya usaha pengembangan, terutama pengembangan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) seutuhnya dalam menghadapi era profesionalisme, guna menjawab tranformasi informasi yang kian melaju pesat dalam mewadahi dampak era globalisasi yang menembus batas infrastruktur ke daerah-daerah, baik sosial, budaya, ekonomi, termasuk sumber pengetahuan/informasi sebagai menunjang wawasan intelektual segenap anak bangsa.
Menurut pendapat Dady P.Rachmananta, ketua Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di sela-sela pembukaan Rapat Kerja ke-14 Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia yang bertema; “Undang-undang Perpustakaan: Era Baru Perpustakaan Indonesia” di Hotel Sunan, Solo, pada hari Selasa (13/11/2007), beliau menyatakan bahwa ada dua jenis perpustakaan yang mengalami kondisi parah sampai saat ini, yaitu perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum, sementara perpustakaan khusus dan perpustakaan perguruan tinggi kondisinya masih lebih baik.
Selain itu dalam Undang Undang No 43/2007 tentang Perpustakaan yang disahkan pada 2 Oktober 2007, dijelaskan bahwa anggaran yang diperuntukan bagi pengembangan perpustakaan sekolah minimal harus sebesar 5% dari anggaran operasional sekolah. Dengan penjelasan ini maka merupakan kewajiban Pemerintah Daerah (Pemda) setempat melalui Dinas Pendidikan masing-masing untuk menyiapkan anggaran khusus guna memperbaiki kondisi perpustakaan sekolah yang ada. Konsekuensinya jika hal ini tidak bisa dipenuhi, maka kepala daerah yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran dari pejabat diatasnya (Suara Merdeka: Rabu 14 November 2007 Hal: 13 kolom 4-6).
Penyelenggaraan perpustakaan sekolah mengacu pada Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pada Pasal 35 dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber-sumber belajar. Selain itu pasal 35 juga menyebutkan bahwa salah satu sumber belajar yang amat penting adalah perpustakaan. Pasal ini menimbulkan konsekuensi bahwa perpustakaan sekolah harus bisa menyediakan informasi bagi para tenaga kependidikan dan para peserta didik guna memperluas dan memperdalam pengetahuan mereka melalui kegiatan membaca buku dan koleksi lain yang ada di perpustakaan.
Apabila kita mau menengok lebih jauh terhadap perpustakaan sebagai pranata yang dikaitkan dengan belajar maka akan lebih mengarah pada kegiatan belajar di luar lingkungan sekolah. Namun dalam kenyataannya ada sejumlah sekolah dengan perpustakaan yang ruangannya menjadi satu denngan ruang untuk kegiatan belajar mengajar, sehingga cukup banyak kondisi perpustakaan sekolah yang belum memadai. Kondisi ini sangat kentara terlihat pada Perpustakaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) baik sekolah negeri maupun swasta di lingkungan Kecamatan Gunungpati Semarang.
Kondisi perpustakaan di atas karena terkait dengan sarana dan prasarana, misalnya keterbatasan gedung, ruang yang tersedia, terbatasnya jumlah dan ragam bahan pustaka yang dikoleksi, serta belum diolahnya bahan pustaka berdasarkan sistem yang standar sesuai aturan/pedoman yang telah dibakukan, misalnya menggunakan pedoman Anglo American Cataloging Rules 2nd edition (AACR2) sebagai pedoman dalam pembuatan katalog bahan pustaka, ataupun menggunakan Dewey Decimal Clasification (DDC) sebagai pedoman dalam menentukan klasifikasi bahan pustaka, juga menggunakan Daftar Tajuk Subjek (TS) yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional RI untuk menentukan subjek suatu bahan pustaka.
Melihat fakta-fakta tersebut di atas maka patut disyukuri bahwa perhatian masyarakat terhadap perpustakaan saat ini menunjukkan peningkatan yang berarti, dan perpustakaan sekolah pun tidak luput dari perhatian ini. Pada kenyataan saat ini hampir tidak ada sebuah sekolah yang tidak memiliki perpustakaan, sebab perpustakaan sekolah diibaratkan sebagai jantungnya sekolah tersebut. Banyaknya jumlah perpustakaan sekolah di Indonesia yang setidaknya sama dengan jumlah sekolah itu sendiri, sementara pengelola perpustakaan pada umumnya masih jauh dari yang diharapkan, tak lain karena hal ini disebabkan sekolah tersebut belum mempunyai tenaga pustakawan secara khusus untuk memngelola perpustakaan tersebut. Pada umumnya pengelolaan perpustakaan sekolah tersebut dibantu oleh tenaga pengajar atau guru kelas secara terjadwal.
Keadaan tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi Perpustakaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Kecamatan Gunungpati Semarang. Hal ini terkuak dari hasil pengamatan salah satu anggota Tim Pengabdian kepada Masyarakat di saat anggota tersebut menghadap Kepala Dinas Pendidikan Cabang Kecamatan Gunungpati pada tanggal 7 Nopember 2007, yang sedianya memohon ijin akan mengadakan pengabdian terkait pembinaan pengelolaan perpustakaan sekolah bagi pengelola perpustakaan sekolah menengah di Kecamatan Gunungpati. Dari keadaan di lapangan, aggota Tim menyimpulkan bahwa pada umumnya perpustakaan sekolah di lingkungan tersebut masih dalam kondisi sebagai berikut:
- Bahan pustaka yang dimiliki diolah/diproses belum menggunakan pedoman yang telah
dibakukan seperti; Anglo American Cataloging Rules 2nd edition (AACR2) untuk pembuatan
katalog bahan pustaka, ataupun untuk menentukan klasifikasi menggunakan Dewey Decimal
Clacification (DDC).
- Dalam pembuatan kartu katalog dan pemberian nomor klasifikasi belum diadakan
penyesuaiann dengan pedoman yang telah dibakukan.
- Layanan peminjaman masih menggunakan cara-cara manual.
- Belum tersedianya tenaga terampil dibidang kepustakaan untuk mengelola perpustakaan
sekolah.
Berdasarkan keadaan di atas maka bagi perpustakaan tersebut perlu diadakan pembinaan bagi para pengelola perpustakaannya, agar perpustakaan dapat berdaya guna dalam menunjang proses belajar mengajar di sekolah masing-masing.

Identifikasi dan Perumusan Masalah
Tujuan didirikannya perpustakaan sekolah tidak terlepas dari tujuan diselenggarakannya pendidikan sekolah secara keseluruhan, yaitu untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik yang terdiri dari siswa atau murid, selain itu juga mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan menengah.
Perpustakaan Sekolah sebagai bagian integral dari sekolah yang merupakan komponen utama pendidikan di sekolah diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan tersebut. Sejalan dengan hal tersebut maka perpustakaan sekolah memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Mendorong dan mempercepat proses penguasaan teknik membaca para siswa
2) Membantu para siswa menulis kreatif dengan bimbingan guru dan pustakawan
3) Menumbuhkembangkan minat baca dan kebiasaan membaca para siswa
4) Menyediakan berbagai macam sumber informasi untuk kepentingan pelaksanaan kurikulum.
5) Mendorong, menggairahkan, memelihara dan memberi semangat membaca dan semangat
belajar para siswa.
6) Dengan membaca buku yang mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi yang disediakan
oleh perpustakaan, maka siswa akan dapat memperluas dan memperdalam serta
memperkaya pengalaman belajar mereka.
7) Memberikan hiburan sehat untuk mengisi waktu senggang melalui kegiatan membaca,
khususnya buku-buku dan sumber bacaan lain yang bersifat kreatif dan ringan seperti fiksi,
cerpen, dan lain-lainnya.

Tujuan tersebut tergambar dengan jelas arah dan capaian yang dimasukkan dalam penyelenggaraan perpustakaan sekolah, yang dalam jangka panjangnya adalah untuk menambah dasar-dasar pengetahuan untuk menjadi fondasi bagi pengembangan selanjutnya. Sedangkan fungsi perpustakaan sekolah secara umum, yaitu edukatif, kreasi dan riset atau penelitian sederhana.
Fungsi Edukasi:
Koleksi yang dikelolanya banyak membantu para siswa sekolah untuk belajar dan memperoleh kemampuan dasar dalam mentransfer konsep-konsep pengetahuan.sehingga dikemudian hari para siswa mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri. Masyarakat pengguna yang berada di tempat perpustakaan bernaung mempunyai hak yang sama dalam memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh perpustakaan sekolah, namun demikian , dalam praktiknya, yang juga disesuaikan dengan arah pembangunan sekolah setempat yang selalu harus sejalan dengan tujuan pembangunan pendidikan yang lebih tinggi. Perpustakaan sekolah biasanya belum menjadi prioritas pelaksanaannya hal ini dimungkinkan oleh karena hasil yang dicapai oleh penyelenggaraan perpustakaan sekolah tidak langsung bisa dilihat.
Fungsi Informasi:
Berkaitan dengan penyediaan buku koleksi perpustakaan yang bersifat memberitahu hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan siswa dan guru, karena siswa dan guru tidak cukup mengetahui hal dunia dengan hanya mendengar radio atau melihat TV, tetapi juga membaca, karena buku akan lebih unggul dibandingkan dengan media audio visual. Dengan membaca orang bisa menembus batas-batas ruang dan waktu, sehingga sebuah peristiwa yang terjadi jauh dimasa lalu bisa diketahui melalui membaca buku.
Fungsi Rekreasi:
Merupakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan sebagian anggota masyarakat sekolah akan hiburan intelektual, walaupun bukan utama dari dibangunnya perpustakaan sekolah namun sangat penting kedudukannya bagi upaya peningkatan kesadaran intelektual dan pembangunan inspirasi, karena kebutuhan bacaan tidak selalu yang lebih serius sehingga disediakan bacaan yang ringan yang bersifat menghibur.
Fungsi Riset:
Koleksi perpustakaan sekolah bisa untuk membantu pelaksanaan kegiatan penelitian sederhana, oleh karena itu berbagai bahan pustaka yang dikoleksi perpustakaan sekolah disimpan sebaik mungkin sehingga dapat dipergunakan nantinya sebagai bahan refensi penelitian.
Dari paparan analisa situasi dan tinjauan pustaka dapat diidentifikasi beberapa fakta bahwa tujuan perpustakaan sekolah adalah salah satu alat yang vital dalam pendidikan dan pengajaran. Namun hampir tak ada artinya jika didalam pengelolaannya tidak memberikan kemudahan, terutama bagi pengguna yang terdiri dari guru, murid dan karyawan dalam hal pelayanan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, untuk itu perlu adanya :
· Tenaga yang terampil dibidang kepustakaan,
· Pengolahan bahan pustaka secara benar yang meliputi pengadaan, inventarisasi klasifikasi dan
katalogisasi
· Penggunaan pedoman yang telah dibakukan yaitu Dewey Decimal Clacification (DDC) untuk
pengklasifikasian, sedangkan pengkatalogan menggunakan pedoman Anglo American
Cataloging Rules 2nd edition (AACR2),
· Pengenalan peralihan system pelayanan dari manual ke Otomasi perpustakaan
Berdasarkan kebutuhan diatas ada beberapa permasalahan yang perlu mendapat prioriatas
dalam penyelesaian yaitu bagaimana usahanya untuk memberikan pengetahuan
dan ketrampilan bagi pengelola perpustakaan untuk itu perlu adanya pembinaan diantaranya
tentang: Pengolahan bahan pustaka yang meliputi : pengadaan , inventarisasi, klasifikasi dan
katalogisasi bahan pustaka
. Penggunaan pedoman yang telah dibakukan yaitu Dewey Decimal Clacification (DDC) untuk
pengklasifikasian, sedangkan pengkatalogan menggunakan pedoman , Anglo American
Cataloging Rules 2nd edition (AACR2), Pengenalan peralihan system pelayanan dari manual ke
. Otomasi perpustakaan
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=1d606c85a202154d&type=scahor&k=2163&b=39181&droll=5ddd1a03
TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan Kegiatan
Ada dua tujuan dalam Pengabdian Kepada Masyarakat dalam kegiatan pengabddian ini, diantaranya:
Tujuan Umum
Melalui pembinaan ini secara umum memberikan masukan dan bekal kepada pengelola maupun petugas perpustakaan, berupa keterampilan dan pengetahuan tentang cara mengelola perpustakaan secara benar.
Tujuan Khusus
Setelah diadakan pembinaan diharapkan pengelola perpustakaan sekolah;
a. Dapat menginventarisasi bahan pustaka secara benar.
b. Dapat mengkatalogisasi sesuai dengan pedoman.
c. Dapat mengklasifikasi sesuai dengan pedoman.
d. Dapat merencanakan pelayanan dengan menggunakan sistem pelayanan terotomasi.

Manfaat Kegiatan
Manfaat yang diperoleh dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah sebagai berikut:
Pengelola perpustakaan dapat menerapkan pedoman yang telah dibakukan
Pengelola perpustakaan sekolah mampu mengerjakan kegiatan rutin perpustakaan, yaitu cara-cara mengolah bahan pustaka dengan benar.
Bahan pustaka yang diolah secara benar akan mempermudah dalam mengorganisasi dan memperlancar pelayanan kepada pengguna.
Mengembangkan minat baca bagi pengguna
Dengan meningkatkan minat belajar masyarakat berarti pula telah membantu proses belajar mengajar yang berdampak meningkatkan kecerdasan bangsa.

PELAKSANAAN KEGIATAN

Kerangka Pemecahan Masalah
Setelah mempelajari dan melihat tempat dan sarana dan prasarana yang telah ada di Perpustakaan Sekolah Lajutan Tingkat Pertama di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini perlu adanya:
1. Pembinaan tenaga untuk keterampilan mengelola perpustakaan sekolah.
2. Pembinaan dalam mengerjakan pengolahan bahan pustaka yang meliputi, inventarisasi,
klasifikasi, katalogisasi dan kelengkapan bahan pustaka.
3. Pembinaan dan pengenalan layanan terotomasi.
Alaternatif pemecahan masalah yang akan dilakukan dalam pengabdian kepada masyarakat ini yakni bagaimana mengintensifkan materi pembinaan pengelolaan perpustakaan sekolah. Untuk mengatasi permasalahan ini maka setiap materi pembinaan dilanjutkan dengan praktek pengolahan bahan pustaka, antara lain bagaimana cara pengadaan bahan pustaka dan inventarisasi bahan pustaka, membuat katalogisasi deskripsi, mengelompokkan atau mengklasifikasi bahan pustaka, dan pengenalan otomasi perpustakaan sehingga peserta binaan dapat menerima materi secara utuh. Cara ini lebih mudah diterima peserta karena bila peserta menemukan masalah terkait dengan materi yang diberikan maka pembina g dapat langsung memberikan solusinya.
Model atau kerangka sistem pembinaan ini dipilih karena kebanyakan peserta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan mengelola perpustakaan sekolah secara baik. Setelah mendapatkan pembinaan secara insentif, peserta akan memiliki pengetahuan dan keterampilan bagaimana cara mengelola perpustakaan sekolah dengan baik yang dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut:

Model Sistem Pembinaan Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah

Kondisi Awal
(Masukan)
Peserta binaan belum memiliki pengetahuan dan keterampilan
mengelola perpustakaan sekolah secara baik



Proses Pembinaan
Pembinaan tentang pengelolaan perpustakaan sekolah dengan baik



Kondisi Akhir
(Keluaran)
Peserta telah memiliki pengetahuan dan keterampilan
cara mengelola perpustakaan sekolah dengan baik

Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembinaan pengelolaan perpustakaan sekolah ini untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan pengelola perpustakaan sekolah di Kecamatan Gunungpati Semarang dilakukan dengan kombinasi antara metode ceramah, tanya jawab, dan praktik, yaitu 40% penguasaan materi dan 60% praktik.
Untuk kegiatan ceramah secara klasikal diberikan materi yang meliputi: pengadaan dan inventarisasi bahan pustaka, katalogisasi deskripsi, klasifikasi, pelayanan (sirkulasi dan referensi) dengan pengenalan otomasi perpustakaan. Pada kegiatan yang lain peserta diberikan bimbingan praktik secara bersama dan individu untuk memperoleh pemahaman dan keterampilan khusus sehingga peserta dapat bekerja secara mandiri di perpustakaan yang dikelolanya.

Khalayak Sasaran
Sasaran utama pelaksanaan kegiatan pembinaan pengelolaan perpustakaan sekolah adalah pengelola perpustakaan sekolah yang terdiri dari para guru maupun karayawan yang bertugas di perpustakaan sekolah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Kecamatan Gunungpati, Semarang.
Kegiatan ini diikuti oleh peserta yang berasal dari 12 SLTP yang terdiri dari SMP dan MTs yang ada di Kecamatan Gunungpati di tambah beberapa SMP dan MTs di wilayah sekitarnya, baik dari sekolah negeri maupun swasta, dimana tiap-tiap sekolah mengirimkan 2 (dua) atau 3 (tiga) orang sebagai peserta pembinaan, sehingga jumlah peserta mencapai 26 orang. Adapun bentuk kegiatan ini yaitu melalui pendidikan non-formal yang bertempat di Gedung G Lt.III UPT Perpustakaan Universitas Negeri Semarang kampus UNNES Sekaran Gunungpati Semarang.

Realisasi Pemecahan Masalah
Kegiatan pembinaan pengelolaan perpustakaan sekolah ini meliputi:
1. Persiapan
Untuk menyiapkan pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat ditetapkan:
- Lokasi tempat pengabdian
- Waktu kegiatan pengabdian
- Peserta kegiatan
- Tempat diselenggarakan kegiatan
- Materi yang disajikan, dan
- Bahan-bahan penunjang lainnya.

Pelaksanaan
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berupa pembinaan pengelolaan perpustakaan sekolah dilaksanakan selama kurang lebih 4 (empat) bulan setelah penandatanganan kontrak kerja. Adapun tempat kegiatan dilaksanakan di UPT Perpustakaan Universitas Negeri Semarang di gedung G Lt. III, Kampus UNNES Sekaran Gunungpati Semarang selama 3 hari


HASIL KEGIATAN

Dari hasil evaluasi oleh Tim dijumpai bahwa kegiatan pembinaan tenaga pengelola perpustakaan sekolah yang terdiri dari Guru, Karyawan atau Penglola perpustakaan selama 3 hari dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pelatihan Penyampaian materi secara langsung yang disertai dengan praktik akan lebih cepat dimengerti oleh peserta, seperti praktik penggunaan pedoman pengelolaan perpustakaan, yaitu dalam penggunaan pedoman pengkatalogan AACR (Anglo American Cataloging Rules) dan penggunaan pedoman pengklasifikasian DDC (Dewey Decimal Clacification).

Ingin cari doku lewat online bukalah alamat ini:
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3610&b=39181&droll=67f22a48

Klik disini:

http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=7dd092b4262d8210&type=scahortitle&k=3648&b=39181&droll=a43d1d87